Lihat ke Halaman Asli

Negeri 1001 Dongeng

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak saya kecil, saya telah sering membaca cerita-cerita berupa dongeng-dongeng yang berasal dari berbagai negara. Cerita-cerita yang penuh dengan fantasi-fantasi dan 'kemustahilan-kemustahilan'. Cerita-cerita yang penuh dengan kekayaan. Cerita-cerita yang menuturkan perlawanan antara kejahatan dan kebaikan (good vs evil), yang tentu saja dimenangkan oleh kebaikan. Sebuah kisah yang menghasilkan seorang pahlawan yang muncul sebagai pemenang dan biasanya dengan misi menyelamatkan puti dan dibantu oleh seorang side kick. Dan biasanya diakhiri dengan kisah yang happily ever after.

Indonesia persis seperti negeri 1001 dongeng. Mengapa demikian? Yah, sejujurnya, memang ga 100 % mirip. Tetapi banyak 'komponen-komponen' yang ada di negeri 1001 dongeng ada di negara kita yang tercinta ini.

Misalnya adalah masalah kemustahilan. Percaya atau tidak, Indonesia penuh dengan kemustahilan atau sesuatu yang di luar nalar manusia. banyak hal-hal yang membuat kita golang-goleng kepala. Hanya di Indonesia (mungkin) yang mengurus izin untuk membangun tempat maksiat jauh lebih gampang dibandingkan dengan rumah ibadah. Melalui pemberitaan dari media, kita bisa melihat bagaimana hal-hal ini terjadi. Bahkan pemerintah pun tidak berkutik akan hal ini dengan seringnya kita lihat 'pembiaran' yang dilakukan pemerintah. Hanya di Indonesia juga yang narapidana mendapat fasilitas mewah di penjara dan bebas keluar masuk dari penjara. Aneh bukan?

Kisah lainnya adalah mengenai good vs evil. Di Indonesia sering sekali terjadi peperangan antara kejahatan dan kebaikan. Jika dalam kisah 1001 malam, kebenaran selalu menang. Tetapi di Indonesia? Wuih, korupsi aja dibebaskan dari segala tuduhan karena tidak ada bukti, padahal sebelumnya KPK sudah menyatakan 'beliau' sebagai pesakitan. Jujur saja, berbicara mengenai ketidak adilan, kejahatan vs kebaikan, kita bisa menjadi apatis terhadap penegakan hukum di Indonesia. Syair yang seharusnya "Maju tak gentar membela yang benar" menjadi "Maju tak gentar membela yang bayar". Banyak sekali kisah-kisah mengenai kebaikan vs kejahatan yang bisa kita temukan.

Kisah negeri 1001 malam selalu memunculkan hero (pahlawan) yang muncul untuk menumpas kejahatan. Nah, di Indonesia, sangat sulit mencari sosok yang bisa dijadikan pahlawan. Jika pun ada, segera dilenyapkan (misalnya dengan kasus bapak alm Munir). Bahkan para pejabat yang mulia maupun anggota dewan tidak diisi oleh mereka yang memiliki sosok kepahlawanan. Kepahlawanan adalah mereka yang senantiasa menjunjung tinggi kebenaran dan memiliki sikap aserif di dalam dirinya. Rela mengorbankan apa yang ada pada dirinya untuk kepentingan orang umum. Tetapi pejabat dan para anggota dewan yang terhormat hanya mementingkan diri sendiri dan mencari keuntungan diri sendiri. Sikap serakah mendominasi di mana-mana. Topeng munafik selalu dipakai kemana-mana. Mereka berpikir rakyat bisa dibodohi? Pejabat yang banyak di Indonesia bukanlah hero tetapi zero (baca: looser).

Jika kisah Indonesia tetap seperti ini, maka endingnya tidak akan diakhiri dengan happily ever after, tetapi happily never after.

Ah..... Cukuplah sudah. Saya yakin masih banyak yang sangat mencintai Indonesia. Masih banyak yang ingin berkarya bagi Indonesia. Mari tetap berkarya. Sekecil apapun yang bisa kita kerjakan, mari tetap mengerjakannya. Dnegan demikian perubahan pasti akan terjadi. Semoga!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline