Lihat ke Halaman Asli

Tinta Digital

Akun ini saat ini bersifat pribadi dan dimiliki oleh satu orang

Masjid Jami Sebuah Sejarah di Kota Banjarmasin

Diperbarui: 7 Januari 2019   23:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tampilan depan Masjid Jami Banjarmasin | dokpri

Salah satu cara untuk dapat mengenal sejarah adalah dengan melihat bangunan tua yang tertinggal di sebuah kota. Banjarmasin sebagai kota tua memiliki banyak bangunan tua, diantaranya adalah tempat ibadah. Selain mayoritas masyarakatnya beragama islam, Kalimantan Selatan juga dikenal memiliki tempat ibadah yang bersejarah dan juga artistic. Satu diantaranya adalah Masjid Jami Banjarmasin.

Masjid Jami Banjarmasin sendiri merupakan salah satu masjid tertua yang ada di kota Banjarmasin. Mesjid ini memiliki arsitektur yang sangat khas yakni begaya Banjar dan kolonial (indish) yang dibuat dengan bahan dasar kayu ulin. Pada awalnya dibangun pada Sabtu 17 syawal 1195 Hijriyah atau 1777 Masehi di tepi sungai Martapura pada masa Sulttan Tamjidillah,

Namun pada Minggu 16 Dzulhijah 1352 Hijriyah atau 1934 Masehi dilakukan pembangunan lagi yang dimana menggantikan Masjid sebelumnya yang terkena longsor. Seluruh konstruksi bangunan masjid ini didominasi oleh kayu besi atau kayu ulin.
Dinamakan Masjid Jami atas inisiatif warga untuk membentuk sebuah masjid besar dari yang awalnya hanya masjid-masjid berskala kecil di Kota Banjarmasin.

"Makanya namanya Masjid Jami yang berarti mengumpulkan masjid-masjid berskala kecil". Dengan semangat gotong royong warga Kota Banjarmasin pada kala itu, Masjid Jami akhirnya didirikan hasil keringat dan tangan warga-warga Kota Banjarmasin secara gotong-royong. Pada saat itu masyarakat banyak yang merelakan hartanya hanya semata untuk pembangunan masjid. Barang-barang yang dimaksud adalah hasil-hasil dari pertanian, emas, atau uang.

Tampilan dalam Masjid Jami Banjarmasin | dokpri

Setelah masuk dalam bangunan masjid, corak-corak arsitektur khas Joglo dari Jawa akan kita temukan. Nilai historis akan terasa karena masjid ini hanya direnovasi sedikit-sedikit saja tanpa mengurangi keaslian gaya bangunan masjid. Misalnya, kayu ulin dipertahankan sebagai bahan bangunan masjid.

Ini menjadi bukti bahwa Masjid Jami masih menjaga rasa otentikannya. Sampai sekarang masjid ini berkembang begitu pesatnya. Berbagai kegiatan peribadatan selalu ramai berjejal diisi oleh jemaah dari berbagai kalangan.  Apalagi jika ada pengajian Guru Zuhdianoor, membeludak sampai keluar masjid. Masjid ini memiliki daya tampung 3.000 manusia. (Rahmat Fadhilah)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline