Terlahir dari 4 bersaudara sebagai anak pertama, Ika Sakti Wulandari atau yang akrab dipanggil Ika sejak kecil selalu dididik dengan cukup keras. Keadaan keluarga menuntutnya untuk selalu mandiri, mulai dari mengerjakan pekerjaan rumah (PR) sejak usia taman kanak (TK), mencuci piring, dan bersih-bersih rumah. Ika juga wajib membantu ayahnya mempersiapkan bahan-bahan untuk berjualan sebelum ia bermain bersama teman-temannya .
Ayah Ika memiliki pekerjaan sebagai pedagang bakso, dan ibunya merupakan seorang guru sekolah dasar (SD) yang baru diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) sejak 3 tahun yang lalu setelah 10 tahun bekerja sebagai guru honorer. Ketika Ika masih berada di sekolah dasar, ayahnya adalah seorang pedagang bakso yang sukses. Namun, seiring dengan tutupnya beberapa perusahaan di sekitar tempat sang ayah berjualan, omset yang dihasilkan pun berangsung-angsur menurun. Beberapa kali keluarga Ika melakukan relokasi tempat usaha mereka, tapi masalah demi masalah selalu menghampiri seperti tuan tanah yang melanggar perjanjian sewa, dan pelebaran jalan yang dilakukan oleh pemerintah kota. Pada akhirnya, keluarga Ika membuka usaha mereka di rumah, dan penghasilannya cukup untuk makan sehari-hari.
Sebagai seorang anak, pelajar, dan teman, Ika mampu menjadi sosok inspiratif. Kemandirian, dan kerja kerasnya banyak menghasilnya buah yang manis. Dimulai dari sekolah dasar, Ika selalu berada di peringkat 1 selama 4 periode. Kemudian, pada masa sekolah menengah ke atas (SMA) tepatnya kelas XI, dan kelas XII, Ika berhasil meraih peringkat 2. Prestasi semasa SMA Ika tidak berhenti disitu, selain aktif berorganisasi di dalam klub Jepang, gadis ini juga termasuk ke dalam tiga besar peraih nilai ujian nasional (UN) tertinggi se-Kalimantan Selatan.
Memasukki tahun perguruan tinggi, Ika memutuskan untuk memilih program studi Pendidikan Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) sebagai tempat melanjutkan studinya. Kerja keras, dan kemandirian yang sudah diajarkan oleh kedua orang tua selalu diterapkan oleh Ika. Hal ini menggiringnya pada sebuah pemikiran yang mana ia hendak menjadi seorang sumber daya berkemampuan mapan, dan siap kerja.
Mencoba mencapai tujuan tersebut, Ika berusaha memperbaiki kekurangannya. Salah satu contohnya, Ika merasa kemampuan Bahasa Inggrisnya belum memenuhi standar yang dirinya inginkan, dan oleh karena itu, ia bergabung dengan unit kerja mahasiswa (UKM) Lambung Mangkurat Debat Society (LMDS). Ika berlatih konsisten setiap minggunya hingga pada bulan November 2017, ia mendapatkan kehormatan untuk mewakili ULM bersama timnya dalam lomba debat Bahasa Inggris tingkat nasional di Universitas Hasanuddin (UNHAS). Meski belum rezeki mereka mendapatkan juara pertama, Ika, dan kawan-kawan berhasil masuk hingga breaking eight. Di tahun berikutnya, Ika berhasil menjadi perwakilan program studinya dalam ajang National University Debating Championship (NUDC) 2018, dan mendapatkan peringkat keempat.
"Waktu debat di HPB UNHAS itu kayak tamparan banget buat aku. Aku itu sebenarnya takut banget ngomong di depan umum, dan itu bikin aku menyampaikan case building terbata-bata. Durasinya pun cuman satu sampai dua menit sementara yang lain lima sampai enam menit. Mereka itu ngembangin case building yang mereka punya. Pokoknya mereka semua orang-orang yang pintar ngomong. Dari pengalaman itu adalah turning point buat aku. Aku gak mau lagi ngomong terbata-bata, dan akhirnya aku latihan terus sampai alhamdulillah bisa lancar ngomong di depan umum meski case building aku masih lemah."
Prestasi wanita mandiri itu tidak berhenti di tingkat nasional, melalui proses yang cukup panjang, pada bulan Agustus 2018, Ika menjadi salah satu kandidat SEA Teacher dari South Asean Minister Education Organization (SEAMO) untuk mengajar di Filipina selama satu bulan. Bersama teman-teman Indonesia lainnya, Ika pergi ke Filipina, dan menghabiskan progam pengalaman lapangan (PPL) miliknya di sana.
Ika menyarankan seorang mahasiswa harus aktif bertanya, dan belajar dari diri sendiri mau pun orang lain. "Jadilah seperti gelas kosong ketika kita belajar kepada orang lain," katanya.
Ia juga menambahkan untuk mencari satu sosok sebagai acuan atau role model yang menurut pribadi masing-masing adalah seseorang yang hebat, dan patut dicontoh. "Untuk menentukan apakah seseorang itu layak kita jadikan acuan, lihat dari beberapa sisi baik dari segi agamanya, prestasi, akhlak,
atau cuma kesehariannya. Terus tentukan goals, apa yang mau dilakukan? Refleksi diri, apa yang kurang? Insya Allah (kita akan) jadi pribadi yang baik setidaknya untuk diri sendiri karena pasti akan selalu ada orang di luar sana yang jalan pemikirannya tidak sama dengan kita," kata Ika.
(Dita Ramadhani Harfi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H