Lihat ke Halaman Asli

Muslimah Peduli Umat

Pena Peradaban

Pemerataan Infrastruktur Pendidikan, Akankah Terwujud?

Diperbarui: 20 Desember 2023   11:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Ari Sujarwati, SP

 

Pekan lalu tepatnya 25 Nopember 2023 merupakan peringatan Hari Guru ke 78 Tahun di Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan sampai saat ini masih terdapat ketimpangan infrastruktur pendidikan di wilayah perkotaan dengan di wilayah kabupaten dan perbatasan. Menurut Jokowi, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim harus mencari solusi buat memecahkan ketimpangan infrastruktur Pendidikan (kompas.com, 27 November 2023)

Saat ini tantangan yang dihadapi guru sangat berat terkait perkembangan teknologi. Dimana penyebaran infrastruktur pendidikan yang belum merata terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar) dengan guru terbatas, "Harapan kita nanti dalam tiga tahun akan ada kurang lebih 840 ribu guru yang direkrut sebagai ASN PPPK dan 2024 nanti akan mencapai 1 juta guru ASN PPPK," sambung Jokowi.  Pertanyaannya apakah semua ini bisa mengatasi ketimpangan infrastruktur?

Pendidikan Pincang?

Infrastruktur sektor pendidikan mungkin memang bukan segalanya, karena siswa yang berdaya juang tinggi biasanya lahir dari segala keterbatasan fasilitas. Namun bukan berarti keberadaan infrastruktur pendidikan ini bisa diabaikan karena hal itu berakibat pada pincangnya pelaksanaan pendidikan, harusnya fokus pada tujuan dan arah pandang sistem pendidikan ke depan.

Bukankah penguasa selama ini justru lebih menyuarakan program kurikulum terkait moderasi beragama dan wirausaha di sektor pendidikan dibandingkan menyolusi permasalahan infrastruktur pendidikan itu sendiri? pendidikan adalah persoalan penting untuk kemajuan suatu bangsa yang menjadi benih bagi tegaknya peradaban.

Tidak heran, sudah seharusnya pendidikan menjadi perhatian utama penguasa dalam semua aspek khususnya di era digitalisasi hari ini dengan mengontrol media yang unfaedah.  Pendidikan bukan komoditas ekonomi. Ketimpangan infrastruktur pendidikan yang tidak semestinya menjadi fenomena gunung es, seolah tampak kecil tetapi ternyata memendam jauh lebih banyak permasalahan yang tidak disangka-sangka, sebagaimana dalam sistem kapitalisme saat ini. Pendidikan pun ibarat barang mewah.

Tidak pelak, makin lengkap infrastruktur pendidikan yang menyertai, makin mahal pula biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh masyarakat seperti pergantian status sejumlah perguruan tinggi negeri menjadi PTN BH. Reputasi dan akreditasi internasional pada perguruan tinggi maupun sekolah-sekolah menjadi stempel untuk melegalkan harga mahal pendidikan. Sekolah berasrama mengusung konsep pendidikan terpadu nyatanya tidak bisa terhindar dari cuanisasi.

Lalu bagaimana nasib generasi di daerah 3T ? Apa mereka hanya layak berharap kosong ketika korban ketimpangan infrastruktur itu ternyata adalah mereka?

Kesenjangan itu terlihat dari fasilitas sekolah, jumlah guru, minat dan kompetensi guru, serta akses transportasi ke sekolah (jurnal.unpad.ac.id). Jurang ini kemudian menjadi makin dalam ketika diterapkan kurikulum baru yakni Kurikulum Merdeka yang melakukan transformasi pendidikan menuju digitalisasi yang memerlukan dana besar untuk mempersiapkan segala sesuatunya, terutama penyiapan SDM berupa pelatihan-pelatihan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline