Lihat ke Halaman Asli

Tinkerlust

Indonesia's Stylish Curated Marketplace

Ada Apa di Balik Fast Fashion?

Diperbarui: 25 Maret 2019   17:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dimodifikasi dari publicspherejournal.com

Siapa yang suka banget belanja baju? Hayo ngaku! Kalian pernah nggak sih penasaran penasaran tentang pakaian kalian dibuat dari bahan apa? Bagaimana proses pembuatannya? Apa yang terjadi selanjutnya setelah kalian mendonasikan atau membuang pakaian kalian yang tidak terpakai?

Belanja pakaian baru terus-menerus memang menyenangkan, tapi ternyata industri fashion memiliki dampak yang sangat buruk untuk bumi kita. Bahkan, limbah dari industri ini merupakan ke-2 terbesar setelah industri minyak. Kerusakan lingkungannya pun meningkat seiring dengan pertumbuhan industri fashion. Sedih ya, girls? Sesuatu hal yang paling kita senangi ternyata malah menyakiti bumi dan lingkungan kita terus menerus. Kenapa bisa gitu, ya?

Seiring dengan meningkatnya permintaan pelanggan, produksi barang fashion pun semakin meningkat dan tren pakaian dengan cepat berevolusi. Untuk memenuhi tuntutan pasar yang menginginkan pakaian ready-to-wear dan up-to-date, muncullah satu strategi bisnis dalam industri fashion yang disebut fast fashion.

Fast fashion berfokus pada kecepatan dan rendahnya biaya produksi untuk mengeluarkan banyak koleksi baru sesuai dengan musim. Karakter dari produk fast fashion sendiri adalah tingkat durabilitas yang rendah dan trennya yang cepat berubah, sehingga pembeli cenderung membeli barang baru lagi dengan jangka waktu pendek. Lalu, mengapa ini buruk bagi lingkungan, ya?

Ternyata, pewarna pakaian yang digunakan industri tekstil mengandung berbagai macam bahan kimia yang menyebabkan pencemaran air. Bahkan, bahan kimia yang terkandung merupakan ke-2 terburuk setelah industri pertanian. Lebih buruknya lagi, untuk membuat satu kaos dibutuhkan 2720 L air. Jumlah tersebut sama dengan jumlah air yang kita minum selama 3 tahun, lho.

Selain itu, pemakaian baju menurun 35% selama 15 tahun ini, artinya banyak orang jarang mengenakan baju yang sama berulang kali. Hal ini berarti semakin banyak pakaian yang berakhir di tempat pembuangan sampah. Bahan-bahan pakaian yang sintetis, seperti polyester, mengandung serat plastik dan dibutuhkan waktu 200 tahun untuk benar-benar hancur.

Wah, parah banget kan, Tinkerbabes? Selain dampak-dampak tersebut, ternyata masih banyak, lho, dampak buruk lainnya yang diakibatkan oleh industri fashion. Beberapa halnya seperti, gas rumah kaca yang datang dari pabrik tekstil, hingga penurunan kualitas tanah dari banyaknya bahan kimia yang digunakan untuk menanam kapas. Lalu, apa yang bisa kita lakukan?

Pernah dengar istilah sustainable fashion? Secara filosofis, gerakan ini didasari atas pemakaian pakaian yang lebih lama, ketahanan yang lebih baik, kualitas lebih tinggi, produksi beretika, dan ramah lingkungan. Kecepatan bukanlah prioritas, melainkan kualitas lah yang dikedepankan. Kalian bisa mulai membeli pakaian yang terbuat dari bahan yang tidak membutuhkan banyak konsumsi air, seperti linen atau bahan recycled.

Selain itu, kalian bisa menerapkan sistem berkelanjutan, seperti menjual, mendonasikan, atau memberikan pakaian yang tidak kalian pakai serta membeli pakaian recycled atau preloved. Dengan cara itu, kalian sudah berhasil memperpanjang usia dan pemakaian baju serta membantu mengurangi limbah pakaian.

Menarik, bukan? Jadi, tunggu apalagi, nih? Mulailah dengan tidak mengenakan pakaianmu hanya sekali dua kali dan belilah sesuatu karena kualitasnya bukan kuantitas. Dengan begitu, kalian akan mengurangi jumlah belanja pakaian fast fashion kalian.

Jika kalian berhasil menerapkan gerakan sustainable fashion, kalian bukan hanya memuaskan keinginan untuk shopping, tapi juga menjaga bumi kita agar senantiasa sehat dari pencemaran limbah industri fashion!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline