Sudah 2 bulan kita stay at home, WFH, atau apa home home lah. Anehnya, laju kenaikan penderita positif tetap naik. Walaupun berkurang, tetapi intinya masih naik karena hari ini per 18 Mei 2020 sudah 18.000.
Menariknya, saat Airport dibuka, banyak penumpang yang menumpuk. Tanah Abang dipenuhi oleh pengunjung saat dibuka. Muncul dalam pikiran saya, "Ini nyawa siapa sih, kok harus diberi sanksi dan aturan supaya menjaga diri." kayaknya ini nyawa pemerintah ya, kok harus pemerintah yang ingatin agar jaga diri. Bukankah, kita harus menjaga diri, sekalipun tanpa di suruh.
Saya coba menelusuri penyebab teman-teman kita tidak takut terinfeksi Covid-19. Apalagi hari ini, saya sudah melihat di media sosial, muncul tagar "TERSERAH".
Mungkin adalah kesalahan saya, sebagai pemuka agama dalam mengajarkan kepada umat ajaran tentang kematian secara tidak seimbang. Selama ini, demi membuat umat kita, agar tidak takut mati, kita mengajarkan, "Agar mereka jangan takut kepada kematian."Kita jelaskan kepada mereka, bahwa kematian adalah jalan menuju kepada kebahagiaan. Tentu ajaran ini tidak salah, bahkan harus diajarkan. Tetapi kita ajarkan, ajaran ini secara tidak utuh.
Saat Pandemi ini, terbukti ajaran kita cukup berhasil. Umat beragama, banyak yang tidak takut mati. Beberapa orang berkata kepada saya, " Mati ya sudahlah, kapan juga akan mati. Ngapain takut mati. Mati juga masuk surga"
Di satu sisi, kita berhasil membuat mereka tidak takut mati. Tetapi di saat Pandemi ini, ajaran tersebut disalah praktekkan. Dikarenakan, mereka memahami bahwa tidak takut mati, berarti tidak takut masuk ke keramaian. Padahal jika itu dilakukan, hal itu seperti, saat lihat ada lobang, tetapi tetap jalan dan jatuh. Itu namanya mencobai Tuhan.
Tidak takut mati bukan berarti sudah tahu akan terkena Covid-19, lalu tetap masuk ke keramaian. Hal itu sama dengan bunuh diri. Tidak takut mati cocok diterapkan, jika memang sudah saatnya mati.
Lalu untuk menghadapi kematian tersebut, kita tidak perlu takut karena berharga dimata Tuhan kematian orang yang dikasihinya. Kalau pada masa Pandemi ini, ketidaktakutan akan kematian justru berbahaya bagi orang lain, termasuk orang dekat kita.
Ada seorang, tetap keluar ke keramaian, karena dia memegang ajaran "tidak takut mati." Setelah pulang, dia terinfeksi Covid-19. Lalu istrinya juga terkena. Setelah keduanya di rawat.
Pria tersebut sembuh, tetapi istrinya meninggal. Baru pria itu menyesal, sudah menerapkan ajaran tidak takut mati secara salah yang menyebabkan istrinya mati. Tetapi penyesalan memang selalu datang terlambat.
WHO sudah menyatakan ada kemungkinan Covid-19 sulit di musnahkan. Kita diminta untuk bersahabat dengan Covid-19. Sehingga muncul istilah NEW NORMAL Artinya kita hidup dengan cara baru.