Hastinapura sebagai kerajaan yang megah dengan istana yang mewah. Taman-taman indah menghiasi lingkungan istana. Namun, di balik keindahannya, terdapat intrik dan perebutan kekuasaan yang terjadi di kalangan para pangeran.
Kerajaan Mulwarengka dan Hastinapura adalah dua kerajaan fiktif yang berasal dari babad Mahabharata, sebuah epik kuno dari India. Hastinapura merupakan kerajaan utama dalam kisah Mahabharata, yang menjadi pusat konflik antara dua kelompok keluarga besar, yaitu Pandawa dan Kurawa. Sedangkan Mulwarengka sering muncul dalam interpretasi cerita pewayangan di Jawa dan Nusantara sebagai salah satu kerajaan yang memiliki peran dalam latar budaya dan mitologi lokal.
Relasi antara kedua kerajaan ini tidak secara eksplisit disebutkan dalam teks Mahabharata asli, tetapi dalam versi pewayangan di Indonesia, Mulwarengka biasanya digambarkan sebagai kerajaan dengan keterkaitan pada periode yang sama dengan Hastinapura, terutama dalam konteks politik dan perang besar, seperti Perang Bharatayudha. Dalam beberapa versi pewayangan, raja Mulwarengka bisa menjadi sekutu atau lawan tergantung pada adaptasi cerita tersebut.
Relasi ini mencerminkan bagaimana epik Mahabharata diadopsi dan diintegrasikan ke dalam tradisi budaya Jawa dan Nusantara, menambahkan elemen lokal dan menggabungkan karakter serta kerajaan tambahan yang tidak ada dalam versi asli.
LAKON wayang Petruk Jadi Raja adalah lakon "carangan" atau cerita pengembangan (bukan lakon pakem) dalam serial Mahabarata. Dalam keadaan yang genting, para dewa mengadakan sayembara untuk mencari seorang pemimpin yang bijaksana dan adil. Tak disangka, Petruk, dengan segala kelucuannya dan kecerdasannya yang unik, justru terpilih menjadi raja di Kerajaan Mulwarengka bergelar Prabu Belgedhuwel Beh. Nama itu akronim dari "Sugih mblegedhu rakyate dhedhel dhuwel kabeh" yang artinya rajanya kaya raya, tetapi rakyatnya menderita sengsara sampai pakaiannya "dhedhel dhuwel" compang camping.
Semar, sebagai bapak spiritual para Punakawan, merestui keputusan para dewa ini. Para Punakawan dalam pewayangan Jawa, seperti Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong, memiliki peran yang sangat mendalam. Mereka bukan hanya tokoh komedi, tetapi juga representasi dari kebijaksanaan rakyat kecil yang sederhana namun penuh makna. Mereka adalah suara nurani yang mengingatkan para pemimpin untuk selalu rendah hati dan bijaksana dalam menjalankan kekuasaan.
Petruk sebagai raja memiliki visi untuk menjadikan kerajaan sebagai "khayangan di bumi". Ia mengajak Semar, Gareng, dan Bagong untuk membantunya mewujudkan cita-citanya. Mereka bersama-sama membangun infrastruktur, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan menciptakan sistem pemerintahan yang adil. Pada awal kepemimpinannya, Petruk sering kali diremehkan oleh banyak orang karena penampilannya yang kurus tinggi dan nampak tidak berkarisma sebagai seorang raja.
Pendukung Petruk berupaya keras untuk merubah penampilannya dari sosok Punakawan menjadi sosok yang berwibawa dan mampu membuktikan kinerjanya sebagai raja dengan baik. Upaya untuk memoles penampilan Petruk ini dilakukan dengan sangat berhati-hati agar menjaga perubahan ini nampak alami.
Kepemimpinan Petruk diuji ketika para Kurawa melancarkan serangan untuk merebut kembali tahta. Dengan dibantu oleh para Pandawa yang telah kembali dari pembuangan, Petruk berhasil mengalahkan para Kurawa dalam perang Bharatayudha.
"Petruk Kelangan Pethel"