Pergantian kabinet selalu membawa harapan sekaligus tantangan baru, terutama di sektor pendidikan, yang menjadi fondasi utama bagi masa depan bangsa. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang baru akan menghadapi berbagai tantangan dalam meningkatkan mutu pendidikan, pemerataan akses, serta menyelaraskan pendidikan dengan perkembangan global.
Namun, lebih dari sekadar teknis dan kebijakan, sosok Menteri Pendidikan yang ideal harus memiliki akar pemahaman yang kuat bahwa pendidikan adalah bagian dari "mission sacrée" bangsa Indonesia sebuah misi luhur yang diamanatkan oleh konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kemendikbudristek memiliki tanggung jawab besar untuk memajukan pendidikan nasional. Sayangnya, meski berbagai kebijakan telah diterapkan, seperti program Merdeka Belajar, hasil nyata di lapangan masih jauh dari memuaskan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, angka partisipasi murni (APM) SMA/sederajat hanya mencapai 73,5%, yang berarti hampir 27% anak usia sekolah menengah atas belum menikmati hak mereka atas pendidikan.
Selain itu, hasil PISA 2022 menunjukkan penurunan skor di bidang matematika, membaca, dan sains, yang semakin menegaskan tantangan kualitas pendidikan kita. Ketimpangan akses dan kualitas pendidikan semakin jelas terlihat antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Di wilayah terpencil, 40% sekolah masih belum memiliki akses internet, padahal digitalisasi pendidikan menjadi komponen penting dalam mendukung pembelajaran di era modern ini.
Dari sisi riset, belanja riset Indonesia yang hanya 0,28% dari PDB pada 2023 sangat tertinggal dibandingkan negara maju seperti Korea Selatan dan Amerika Serikat, yang mengalokasikan lebih dari 2,5%. Padahal, inovasi riset yang diintegrasikan dengan dunia pendidikan adalah kunci untuk menciptakan daya saing dan menjawab tantangan global.
Kritik terhadap Capaian Pendidikan Nasional
Meski berbagai kebijakan telah diterapkan, capaian pendidikan nasional masih menghadapi banyak hambatan. Kualitas guru menjadi salah satu faktor penghambat, di mana hanya 55% guru di Indonesia yang telah bersertifikasi profesional. Selain itu, pelatihan bagi guru sering kali tidak relevan dengan perkembangan teknologi dan pendekatan pengajaran yang inovatif. Kurangnya perhatian terhadap peningkatan kualitas guru mengakibatkan rendahnya kualitas pengajaran, terutama di daerah pedesaan.
Sementara itu, alokasi APBN untuk pendidikan sebesar 20% dari total anggaran negara, meski besar, belum sepenuhnya efektif. Sekitar 60% anggaran terserap untuk gaji guru, sementara belanja modal untuk pengembangan inovasi pendidikan dan riset masih sangat rendah. Ketidakadilan dalam distribusi anggaran juga terlihat, di mana daerah terpencil sering kali mendapatkan alokasi yang tidak sebanding dengan kebutuhan pendidikan di wilayah tersebut.
Usulan Profil dan Kriteria Menteri Pendidikan
Mengingat tantangan besar yang dihadapi sektor pendidikan, Menteri Pendidikan yang baru haruslah sosok yang memahami secara mendalam bahwa pendidikan adalah bagian dari misi luhur bangsa. Menteri ini harus: