Ki Hadjar Dewantara dan Engku Syafei mencetuskan Merdeka Belajar untuk melawan kebodohan dan membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan.
Jiwa Merdeka Belajar ini terinspirasi oleh pemikiran untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai tujuan negara yang diamanatkan oleh konstitusi.
Tujuan negara Indonesia seperti tertulis dalam alinea ke-4 pembukaan UUD'45 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, sudahkah kita benar-benar merdeka secara jiwa dan raga sebagai bangsa Indonesia?
Penilaian peringkat PISA tahun 2019 menunjukkan prestasi pendidikan di Indonesia yang berada di urutan 74 dari 79 negara. Menyikapi kondisi tersebut, Nadiem membuat kebijakan "Merdeka Belajar" di tahun 2020.
Kebijakan Kemendikbudristek "Merdeka Belajar" ini, seharusnya tidak boleh lepas dari konteks sejarahnya, dan bukan pula hanya sebagai "Gimik Kebijakan Pendidikan".
Sisi lain munculnya "Merdeka Belajar" di tahun 2020, memunculkan polemik merek dagang atau Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang dimiliki oleh Sekolah Cikal sejak 2015. Sekolah Cikal akhirnya menghibahkan "Merdeka Belajar" kepada Kemendikbudristek agar dapat digunakan bersama untuk dunia pendidikan dan sesuai aturan yang berlaku, mulai 14 Agustus 2020.
Sudahkah Merdeka Belajar terwujud?
Kita jangan-jangan masih belajar merdeka, saat pemerintah menawarkan bantuan sosial, maka banyak orang berpendidikan berebut untuk mendapatkannya.
Kita jangan-jangan masih belajar merdeka, ketika di depan mata etika dipermainkan oleh penguasa tanpa seorangpun berdaya.