Lihat ke Halaman Asli

Timotius Apriyanto

OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Hukum | Pendidikan

Mencari Equilibrium Ekonomi Baru, Negara atau Pasar yang Memimpin?

Diperbarui: 4 Agustus 2020   12:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

source : Moscow's new financial district, known as Moscow City, June 23, 2016 (Photo by Flickr user Syuqor Aizzat, licensed under the Creative Commons Attribution 2.0 Generic license). [worldpoliticsreview.com]

Kondisi ekonomi tahun 2020 dengan pandemi covid-19 telah menyebabkan pertumbuhan ekonomi negatif di banyak negara dan dikawatirkan memicu resesi dunia terdalam sejak 1945-1946. Krisis ekonomi ini dikawatirkan terus memburuk dan setidaknya dua kali lipat lebih parah dibanding resesi yang diakibatkan krisis keuangan global 2007-2009. Dalam sejarah ekonomi global, setidaknya telah terjadi 14 kali resesi global yaitu pada 1876, 1885, 1893, 1908, 1914, 1917-21, 1930-32, 1938, 1945-46, 1975, 1982, 1991, 2009, dan 2020.

Kejatuhan ekonomi kali ini selain menyebabkan ketidak pastian absolut, juga akan memunculkan satu equilibrium ekonomi baru dengan perubahan-perubahan besar berskala makro yang akan mempengaruhi situasi mikro. 

Paradigma Pertumbuhan Ekonomi akan mendapatkan tantangan terbesar oleh Paradigma Kemakmuran Tanpa Pertumbuhan. Sementara itu, teori ekonomi konvensional dengan "capitalist mode of production"-nya akan berhadapan dengan teori ekonomi perilaku (Behavioral Economics) yang semakin menguat.

Ekonomi Kapitalis moda produksi (the capitalist mode of production) dimana terjadi sistem pengelolaan rantai produksi dan distribusi dalam masyarakat kapitalis, saat ini sedang runtuh. 

Akumulasi uang kartal ataupun uang giral dalam satu sistem keuangan terpusat yang diperoleh dari keuntungan bisnis sewa properti, perbankan, perdagangan, dan laba produksi yang kemarin telah mengalami pertumbuhan eksponensial secara masif, tiba-tiba menjadi sangat rapuh. 

Dunia selama ini menggunakan sistem ekonomi kapitalis moda produksi yang dianggap sempurna. Penempatan isu kemanusiaan seperti tuntutan upah layak bagi buruh  sebagai komodifikasi nilai ekonomi kapital, ternyata manipulatif. 

Hal ini terbukti saat  isu kemanusiaan tersebut dihadapkan pada pilihan untuk melakukan survival dimasa pandemi covid-19 ini, buruh tetap menjadi tidak lebih penting daripada akumulasi modal.

Sistem ekonomi lama mengenal sistem kepemilikan privat atas alat-alat produksi dengan basis teknologi industri telah berkembang sangat pesat mulai dari Britania Raya, ke Eropa Barat, lalu ke Amerika Utara, dan kemudian ke Jepang saat terjadi revolusi Industri antara tahun 1750-1850, .  

Revolusi Industri kala itu telah menyebabkan perubahan besar di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, perdagangan dan teknologi yang berdampak  mendalam terhadap ekologi global, kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia. Perkembangan sistem ekonomi kapital ini  kemudian meluas ke sebagian besar dunia sampai saat ini yang kemudian menjadi sistem ekonomi dominan.

Sistem ekonomi kapital membutuhkan pasar sebagai medan pertempuran di mana hukum permintaan dan penawaran berlaku. Perkembangan ekonomi dunia sejak revolui industri itu-pun kemudian berorientasi pada ekonomi pasar yang semakin menguat sampai ambang batas kemampuan pasar. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline