Lihat ke Halaman Asli

George

TERVERIFIKASI

https://omgege.com/

Dionisius Kempot, The Godfather of Broken Heart Tiba di Stasiun Terakhir

Diperbarui: 5 Mei 2020   11:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Almarhum Didi Kempot [Antara Foto/Rivan Awal Lingga via Kompascom]

Saya bukan pengagum dirinya. Bukan karena tak suka lagu dangdut. Saya cuma tidak tertarik pada seni bertema sedih-sedih meneriakkan putus cinta. Tetapi di Kalibata dahulu, jika sedang berkumpul bersama kawan-kawan, menikmati pletok, lagu Stasiun Balapan selalu dinyanyikan, bahkan bisa 3-4 kali.

Dionisius Prasetyo namanya. Ketika hijrah ke Jakarta di penghujung 1980an, Kempot ditambahkan sebagai nama panggungnya. Rupanya Kempot singkatan Kelompok Pengamen Trotoar, grup musiknya yang menemaninya hijrah dari Surakarta. Khalayak pun mengenalnya sebagai Didi Kempot.

Pagi barusan, saat sedang entri data untuk sebuah kerjaan riset kebijakan penanganan Covid-19, notifikasi Kompas muncul di pojok layar laptop. "Didi Kempot Meninggal Dunia."

Saya segera berhenti mengetik. Mengheningkan cipta sebentar, mengenang lagu stasiun Solo-Balapannya yang selalu dinyanyikan kawan-kawan sambil fly oleh bir pletok yang dibeli dari kedai tenda di Tebet, dan sesekali jika sedang beruntung disertai sebatang gulungan tembakau Aceh pemberian supir truk barang lintasprovinsi.

Tetapi bukan kenangan kebersamaan masa lampau bersama kawan-kawan yang membuat saya harus mengheningkan cipta untuk Didi Kempot.

Saya punya keyakinan, orang-orang yang berkarya hingga akhir hayatnya adalah orang-orang suci, atau minimal orang baik dan benar.

Itu sebabnya Romo Mangunwijaya meninggal di pangkuan Kang Ahmad Sobari saat berbicara dalam sebuah diskusi. Orang suci meninggal saat masih berkarya, memberikan seluruh dirinya kepada kehidupan.

Itu pula yang saya rasakan saat almarhum Pater Yan Mejang, mantan rektor Unwira meninggal. Dua hari sebelum kematiannya, saya masih sempat mengunjungi beliau di klinik tempat beliau memberikan pelayanan pengobatan alternatif.

Mata dan wajahnya kelihatan sangat lelah. "Jangan lupa kesehatan sendiri, Om Tuang. Istirahat," kata saya. Dua hari kemudian, kabar duka  itu datang.

Itu pula yang saya rasakan saat nenek saya, ibunda ayah saya meninggal. Hingga akhir hayatnya nenek masih merawat sawahnya, memberi sebagian besar hasil panen kepada anak-anak dan cucu-cucunya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline