Lihat ke Halaman Asli

George

TERVERIFIKASI

https://omgege.com/

Bushido! Mungkinkah Jadi Budaya Politik? Berkaca dari Edy Rahmayadi

Diperbarui: 20 Januari 2019   18:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bushido Edy Rahmayadi [Ilustrasi diolah dari downtowngreensboro.org dan Amazon.com]

"Begitu berat saya rasakan. Untuk itu sampaikan ke rakyat, PSSI ini milik rakyat seluruh Indonesia yang diwakilkan ke kita. Saya tak mampu lakukan ini saya mohon maaf."

Edy Rahmayadi, figur yang dikenal keras kepala itu menyampaikan pidato terakhir sebagai Ketua Umum PSSI. Ia mengaku kalah, tak mampu memimpin PSSI, dan memutuskan mundur.

Masyarakat umum yang tak mengakses desas-desus beberapa hari terakhir sudah pasti terkejut. Berbulan-bulan lamanya orang mendesak Edy mundur. Ribuan orang menandatangani petisi untuk mendesaknya. Ia bergeming. Angkuh. Maka siapa sangka hari ini, Minggu, 20 Januari, Edy memutuskan sebaliknya?

Mungkin bukan kehendak masyarakat sepakbola yang Edy turuti. Mungkin masih tak peduli dirinya pada suara-suara miring  ribuan pengecam.

Tetapi masalah-masalah yang membelit PSSI dan persepakbolaan Indonesia bukanlah hal yang mudah Edy abaikan. Ia tak bisa pura-pura menutup mata atas kemunduran prestasi dan mental manajemen persepakbolaan nasional.

Masalah-masalah itu berpawai mengejeknya. Timnas gagal mencapai semifinal Asian Games 2018, kandas di babak 16 besar. Keuanggan PSSI amburadul sehingga harus menunggak gaji Luis Milla dan berujung pengakhiran kontrak.

Begitu pula masalah klasik pemukulan wasit, tawuran dan penganiayaan suporter yang berujung kematian, bercak kusam abadi pada wajah persepakbolaan kita.

Lalu akhirnya ... skandal pengaturan skor pertandingan terbongkar. Dua pembesar PSSI, anggota Komisi Eksekutif Johar Lin Eng dan  anggota Komisi Disiplin Dwi Riyanto, terlibat.

Masalah-masalah itu memukul keras Edy Rahmayadi, melemparkan tubuhnya ke sudut ring. Ia angkat tangan, menyerah, mundur dari gelanggang. TKO!

Mungkin banyak orang mencibir, menilai keputusan Edy Rahmayadi sungguh terlambat. Namun perlu pula diakui, keberanian Edy untuk mengaku tak mampu dan memutuskan mundur adalah barang langka di Indonesia. Jika banyak orang memiliki keberanian seperti Edy, mungkin setiap pekan laman media warta akan berisi berita pejabat mengundurkan diri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline