Lihat ke Halaman Asli

George

TERVERIFIKASI

https://omgege.com/

Gencar Aksi 2019 Ganti Presiden Dampak Internal PKS Tak Solid, Prabowo Rugi

Diperbarui: 29 Agustus 2018   10:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aksi kampanye #2019GantiPresiden [sumber: Kompas.com]

Pada pertengahan Juli 2018, petinggi Gerindra menyerukan kepada para kadernya untuk fokus kembali ke slogan awal mereka, "Gerindra Menang, Prabowo Presiden" (Tribunnews.com, 18/07/2018). Dengan itu kita menduga Gerindra membebaskan diri dari slogan sekutunya, PKS, "#2019GantiPresiden." 

Dalam artikel "Apa Kunci Prabowo Bisa Balik Kondisi Jadi Kemenangan Lawan Jokowi?" saya mengupasnya sebagai wujud awas Gerindra pada hasil survei yang menunjukkan jumlah cukup besar rakyat yang tidak memilih Jokowi justru memilih tokoh selain Prabowo atau Golput. 

Maka ketika  Prabowo-Sandiaga usai mendaftar tiba-tiba kampanye #2019GantiPresiden kembali masif, banyak yang bertanya-tanya mengapa bisa demikian.

Saya mengajak kita menggali latar belakang yang menyebabkan hal itu. Dalam kesempatan ini, baiknya kita melihat dari sudut pandang kepentingan PKS, partai yang menginisiatifi kampanye tersebut.

Kita tahu oleh informasi yang disampaikan Presiden PKS Sohibul Iman sendiri bahwa banyak kader PKS  yang menggugat atau lebih tepat mempertanyakan haluan politik pilpres para pemimpin PKS yang mendukung Prabowo sebagai calon presiden. Para kader dan anggota PKS keberatan dengan hal tersebut. Alasannya, meminjam bahasa Presiden PKS Sohibul Iman, Prabowo bukan muslim yang ta'at (Baca: Prabowo dan PKS, Balada Dua "Kawan Sejati")

Karena itu, untuk memperoleh dukungan para kadernya, elit-elit PKS berjuang agar cawapres pasangan Prabowo berasal dari kalangan santri. Berulang kali para petinggi PKS menyampaikan, kader-kadernya sulit berkerja all out jika capres-cawapres usungan parpolnya bukan perpaduan kaum abangan dan santri.

Demi kombinasi yang meminjam pendasaran studi Clifford Geertz tentang kondisi masyarakat Jawa--terdiri dari 3 grup sosial utama: priyayi, santri, abangan--PKS merelakan kadernya tidak dijadikan wakil asal tetap dari kalangan ulama. Nama Abdul Somad sesuai rekomendasi forum yang diorganisir GNPF MUI menjadi titik temu PKS dan PAN.

Saya yakin para pemimpin PKS kelimpungan ketika akhirnya Prabowo memilih Sandiaga Uno, sesama golongan abangan sebagai wakilnya. Akrobat Presiden PKS Sohibul Iman dengan memberikan cap santri post-Islamisme kepada Sandiaga tentu tidak bisa diterima mentah-mentah oleh kader, anggota, dan simpatisan PKS.

PKS terjebak demogogi kombinasi umara-ulama, abangan-santri yang digaungkannya sendiri. Ketika kubu Jokowi yang justru merepresentasikan kombinasi umara-ulama, PKS sadar demagogi mereka telah jadi senjata makan tuan.

Saya yakin ada gejolak penolakan di internal PKS pasca-deklarasi Prabowo-Sandiaga. Namun, sebagaimana ciri partai kader yang menjadikan kedisiplinan (keta'atan terhadap pimpinan dalam konteks kultur PKS) sebagai prinsip utama organisasi, perlawanan itu tidak dilakukan dengan frontal. Seruan Fahri Hamzah agar para kader menggulingkan kepemimpinan Presiden PKS Sohibul Iman tidak gayung bersambut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline