Mungkin karena baru bergabung jadi pendukung Joko Widodo, Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Kepresidenan Ali Mochtar Ngabalin merasa perlu membuktikan loyalitasnya.
Tetapi kadang-kadang usaha Ali Ngabalin untuk membuktikan diri terasa berlebihan dan berdampak kontraprokduktif bagi pemerintahan Joko Widodo pun peluang Jokowi kembali berkuasa 2019-2024.
Hari ini, 7/8/2018 misalnya, Ali Mochtar Ngalin terkesan mengusir Partai Amanat Nasional dari kemungkinan berkoalisi mendukung pencapresan Joko Widodo untuk pilpres 2019.
Diberitakan Merdeka.com (07/08/2018), Ketua MPR yang sekaligus Ketua Umum PAN Zulfiki Hasan diam-diam datang ke istana untuk menjumpai Joko Widodo.
Kedatangan Zulfiki yang terkesan sembunyi-sembunyi karena melalui pintu Wisma Negara dan penolakannya berbicara kepada pers mengundang kecurigaan PAN akan bergabung ke dalam koalisi pendukung Joko Widodo.
Dugaan ini bertambah kuat karena Sekretaris Kabinet Pramono Anung yang juga mantan petinggi PDIP memberi sinyal kemungkinan akan ada tambahan partai politik yang bergabung ke kubu Joko Widodo (CNNIndonesia.com, 07/08/2018).
Jika ditilik profil parpol-parpol di kubu oposisi dan sepak terjang mereka, paling mungkin memang PAN ialah partai politik yang dimaksud Pramono Anung.
Apalagi, selain mendapat jatah 1 menteri (Asman Abnur, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, MenPAN-RB) di kabinet Joko Widodo, PAN juga terkesan kurang iklas bergabung di barisan pendukung Prabowo.
Sikap kurang iklas itu ditunjukkan dengan cara ngotot memaksakan Ketum PAN Zulfiki Hasan sebagai cawapres Prabowo. Sikap PAN yang seolah-olah mencari jalan tengah mendukung Abdul Somad tampak sebagai trik saja sebab Abdul Somad sudah dua kali menyatakan menolak jadi cawapres Prabowo.
Presiden Joko Widodo belum bersikap apa-apa soal kemungkinan bergabungnya PAN. Demikian pula para ketua parpol pendukung Joko Widodo belum ada yang menyatakan sikap ke media massa.