Lihat ke Halaman Asli

George

TERVERIFIKASI

https://omgege.com/

Hal "Salam Tempel," Dialog dengan Diri Sendiri

Diperbarui: 11 Juni 2018   13:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi diolah dari icavin.blogspot.com

Sungguh, lain padang lain ilalang, lain pula belalangnya. Demikian pula rupanya filosofi dan praktik "salam tempel" itu, berbeda-beda dijalankan di berbagai tempat di Nusantara ini.

Di Nusa Tenggara Timur, atau lebih khas di Manggarai, sebab di tempat inilah saya melihat dan mengalaminya, "salam tempel" dilakukan kapan saja selama dua pihak baru bertemu setelah lama tak jumpa.

Seorang yang sudah sukses di kota, menjadi pejabat pemerintahan atau pengusaha sukses misalnya, suatu saat berlibur di kampungnya, setelah bertahun-tahun tak pulang, membawa serta istri-anak. Biasanya ia sudah persiapkan sejumlah amplop, masing-masing ia isi dengan selembar uang, pecahan Rp 10.000 hingga Rp 100.000, tergantung seberapa kaya dirinya.

Nanti, saat tiba, ketika para kerabat di kampung datang menjumpainya, atau kemudian saat ia berpamitan hendak kembali ke perantauan, amplop itu akan ia berikan saat bersalaman, sembunyi-sembunyi. Bisa kepada anak-anak, bisa kepada ibu-ibu. 

Pemberiannya tidak boleh terbuka seperti politisi bikin hajatan bagi-bagi sembako. Salam tempel harus diberikan sembunyi-sembunyi.

Itu karena filosofi salam tempel adalah pemberian yang dilakukan diam-diam, tanpa sepengetahuan si penerima sebelumnya. Saat berjabat tangan, uang telah menempel, berpindah dari telapak pemberi ke telapak penerima.

Penerima tidak akan bisa menolak sebab uang telah di genggamannya. Penerima juga tidak perlu malu sebab orang tahu ia tak memintanya, bahkan---seolah-olah--tak mengharapkannya. Inilah pendasaran dari pemberian uang dilakukan secara "salam tempel," yaitu untuk mencegah penolakan penerima atau terbitnya rasa malu pada diri penerima.

Ilustrasi diolah dari newsghana.com.gh

"Salam tempel" juga bisa dilakukan tanpa rencana si pemberi.

Seorang paman dari desa tidak sengaja bertemu keponakannya di pusat perbelanjaan. Sudah lama mereka tak bertemu sebab keponakan merantau ke kota untuk bersekolah.

Keduanya  ngobrol sebentar, saling bertukar kabar. Mungkin pula si paman sempatkan mengajak keponakan makan di warung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline