Lihat ke Halaman Asli

George

TERVERIFIKASI

https://omgege.com/

Isu TKA Wajib Politis dan Gaduh, Pak Hanif

Diperbarui: 4 Juni 2018   18:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menaker Hanif ngopi bareng para aktivis yang mengidolakannya di kedai kopi yang saya dirikan. Dokumentasi pribadi

Saya terganggu dan gelisah dengan pernyataan Menaker Hanif Dhakiri yang menyatakan agar isu TKA jangan dipolitisasi. Sebagai menteri yang saya kagumi--mungkin satu-satunya di jajaran pemerintahan Jokowi-JK yang saya hormati integritas dan rekam rejaknya sebab saya terpukau pada sepak terjangnya di masa-masa awal dalam memberantas PJTKI nakal di NTT dan tahu latar belakang beliau---saya kecewa pernyataan itu datang dari Pak Hanif. Mungkin beda soalnya jika menteri lain yang menyatakan itu. 

Pada berita berjudul "Menaker Hanif: Isu Tenaga Kerja Asing Jangan Dipolitisasi" yang dipublikasi kumparan.com (26/04) Pak Hanif mengatakan agar polemik Perpres TKA jangan sampai menimbulkan kegaduhan politik sebab perpres ini bertujuan menciptakan lapangan kerja melalui iklim investasi yang kondusif.

Artikel ini tidak berkapasitas untuk membahas polemik perpres TKA dan kehadiran TKA. Belum saatnya. Saya sedang buat pertimbangan-pertimbangan untuk itu. Bisa jadi akhirnya sejalan dengan posisi pemerintah, bisa juga menyerang.

Saya membatasi tugas artikel ini untuk menggugat pernyataan Pak Hanif tentang politisasi itu. Saya cemas, pernyataan Pak Hanif yang merupakan idola para aktivis muda akan mempengaruhi cara pandang kaum muda tentang yang mana yang seharusnya politis dan yang mana yang tidak.

Isu TKA dan perpres terkait itu, sebagaimana persoalan tenaga kerja lainnya adalah persoalan politis, Pak. Tidak bisa tidak. Ada sejumlah landasan sederhana untuk itu.

Pertama, problem tenaga kerja adalah problem rakyat banyak. Selain petani, buruh adalah warga negara mayoritas. Maka nasib buruh adalah nasib publik. Urusan publik haruslah urusan politik. Itu sebabnya ada  kementerian tenaga kerja.

Seorang menteri adalah pejabat politik, adalah pemerintah. Adanya menteri yang khusus mengurus tenaga kerja menunjukkan betapa strategisnya persoalan ketenagakerjaan sebagai persoalan politik, persoalan publik, sebagai urusan yang perlu diatur dengan kebijakan-kebijakan pemerintah.

Kedua, Perpres TKA adalah kebijakan publik, adalah policy, adalah politik. Hal merespon kebijakan pemerintah tidak bisa tidak adalah hal politik.

Kebijakan pemerintah, termasuk Perpres TKA itu, memang harus direspon oleh sebanyak mungkin orang, terutama oleh agen-agen politik --Parpol, anggota DPR, politisi, organisasi buruh, asosiasi pengusaha, dll-- sebab menyangkut persoalan banyak orang dan sebab pada merekalah tanggungjawab itu terpikul.

Saya mengerti, Pak Hanif sebenarnya menyinggung mereka yang menciptakan kegaduhan semata-mata bermotif kekuasaan. Tetapi siapa bisa memeriksa motif, Pak? Lagi pula agen politik memang tidak bisa diceraikan dari hasrat berkuasa. Demikianlah sewajarnya. Biarkan saja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline