Kupang, 24 Februari 2018, sejak pukul 11.00 WITA, ratusan pemuda (dan beberapa yang pernah muda) di Kota Kupang berkumpul di pelataran OCD Caffe di Pantai Lasiana, Kupang. Mereka merayakan festival pangan yang ber-tagline 'Makan, Musik, dan Mangarti.'
Sebagaimana tagline, festival pangan kali ini terdiri dari tiga mata acara utama. Unsur mangarti (dialek Kupang untuk mengerti) diwakili oleh dua mata acara. Yang pertama, sebagai pembuka adalah kelas berbagi ilmu bercocok tanam di musim hujan. Tampil sebagai pembicara adalah Lenny Mooy, pengajar Politani Negeri Kupang yang pernah meraih penghargaan NTT Academy Award 2014 kategori Science and Engineering. Jika biasanya Lenny bicara tentang teknik budidaya hemat air, kali ini ia berbagi tips dan trik bercocok tanam di musim hujan. Lenny berbagi ilmu yang ia peroleh sebagai akademisi pun dari pengalamannya sebagai praktisi. .
Sebagai praktisi yang juga punya problem dalam bercocok tanam di musim hujan (baca: Musim Hujan Tak Selalu Gembirakan Petani), saya memanfaatkan kesempatan itu untuk menggali tips dan trik dari Lenny. Sayangnya, seperti yang saya peroleh dari kawan sebelumnya, saran Lenny juga terdiri dari dua: yang sudah saya praktikkan, dan yang belum bisa saya praktikkan karena menguras sumber daya (tenaga dan uang).
Tetapi mengesampingkan kegalauan saya, tips dan trik yang dibagikan Lenny Mooy lumayan menarik bagi para pemula dan calon penggiat hobi dan usaha bercocok tanam di pekarangan. Sebagian besar di antara mereka adalah pemuda dan remaja yang harum-harum dan lucu. :-)
Mata Acara lain terkait aspek mangarti adalah talk show yang menampilkan Dicky Senda dan Maya Stolastika.
Dicky Senda adalah pendiri komunitas Lakoat Kujawas, sebuah komunitas kewirausahaan sosial community based tourism yang terintegrasi dengan komunitas kesenian dan perpustakaan warga. Komunitas ini juga aktif mengembangkan kapasitas petani dan mempromosikan beragam pangan lokal dan kerajinan produksi petani di sejumlah pedesaan di punggung Gunung Mutis. Sementara Maya Stolastika adalah finalis Duta Petani Muda 2016 dan Presiden Aliansi Organik Indonesia.
Sebagai festival pangan, tentu saja yang menyenangkan adalah kesempatan icip-icip berbagai kuliner lokal Nusa Tenggara Timur. Peserta dapat sepuas-puasnya -- asal tak malu-- mencicipi sorgum, Jagung bose, lawar ikan, dan beragam pangan khas Kupang dan NTT lainnya.
Pada video berikut, tokoh masyarakat adat Mollo, pejuang lingkungan peraih penghargaan Yap Thiam Hien 2016 yang juga anggota DPRD NTT, Aleta Baun menjelaskan salah satu variasi pangan lazim orang Timor. Pangan pokoknya merupakan perpaduan beras, jagung, dan kacang. Lauknya adalah ikan lawar, yaitu ikan mentah yang diolah dengan jeruk nipis.
Oh iya, selain memanjakan lidah, peserta juga dapat menyenangkan kupingnya dengan sajian lagu-lagu asyik dari Timor Reggae fammily. Suasana bertambah riang-girangnya dengan suguhan komedi dari Raim La Ode dan para stand up komedian di Kota Kupang..
Sebagai petani yang mengklaim diri masih muda, saya senang melihat antusiasme orang muda dan belia zaman now dalam festival ini. Mereka umumnya adalah kalangan profesional dan pelajar yang bukan saja tertarik untuk menekuni hobi berkebun di halaman rumah tetapi juga aktif mengkampanyekan pentingnya masyarakat mengonsumsi pangan lokal organik. Ini adalah mata rantai penting dalam gerakan kedaulatan pangan.