Lihat ke Halaman Asli

George

TERVERIFIKASI

https://omgege.com/

Cerpen| Demi Suara

Diperbarui: 14 Maret 2017   00:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi, sumber: Stray Aid / International.kompas.com

Tuan Kokoh gelisah bukan main. Sudah dua jam lamanya ia hanya mondar-mandir di beranda rumah yang terbentang panjang itu, mulai dari depan dan bersambung ke sisi samping rumah. Jika ingin bermain perumpamaan, gelisah hari-hari di bulan Maret adalah setepat-tepatnya mewakili suasana hatinya.

Betul, dalam hati Tuan Kokoh berkecamuk pertempuran dua musim, penghujan yang enggan menjadi masa lalu, dan kemarau yang memaksa hadir. Itu membuat dirinya sulit ditebak. Joko dan Yono, dua pengikut setianya kebingungan hendak berbuat apa. Mereka tak bisa menebak komentar yang cocok untuk disampaikan saat ini, apakah akan berbuah cerah pujian atau justru dihujani caci-maki Tuan Kokoh. Betul, seperti Maret yang membingungkan. Haruskah membawa jas hujan atau berlenggang kangkung menuju kondangan?

“Huh, jika saja Tuan Badar tidak melamar kita untuk menjadi wakilnya di dalam pemilihan Kepala Dusun mendatang, tentu persoalan ini tidak akan ada,” keluh Tuan Kokoh sambil memegang dagunya. Ia masih saja mondar-mandir dengan gelisah.

“Maaf Tuan, tetapi seberapa besar persoalan dan dampaknya jika Tuan hadir di dalam perayaan hari ulang tahun itu?” Yono sekali lagi memberanikan diri memancing jalan keluar.

“Heh, dengarkan, Yono, perayaan hari ulang tahun almarhum Tuan Tohar itu politis sifatnya. Anak-cucunya terus saja mencoba membangun wacana jika Tuan Tohar itu tokoh sepuh yang layak bertahta di hati warga. Jika kita hadir, kita melegitimasi itu.”

“Mengapa Tuan terlalu merisaukan itu?” Kini Joko bicara.

Braaaakkk!!!

Joko dan Yono kaget bukan main. Tuan Kokoh menggebrak meja jati di depan mereka. Tiga gelas kopi di atasnya terguling, menumpahkan isi yang sejak tadi belum tersentuh.

“Guoblok! Makanya sejak dulu sudah kukatakan pada kalian berdua. Sadar dirilah, kalau masih ingusan, banyak-banyaklah baca buku, baca sejarah, agar paham duduk soal segala sengketa.” Tuan Kokoh menatap marah pada kedua anak buah setia itu.

“Kalian tahu, Tuan Tohar itu semasa menjadi kades adalah diktatur yang sama kejamnya dengan Hitler, Mussolini, dan Hiroshi? Ia bahkan penggabungan ketiganya sekaligus. Kalian tahu, kelompok kitalah yang sekian lama menjadi korban penindasannya? Kalian tahu jika kelompok kita adalah salah satu yang paling depan berjuang untuk menumbangkannya?”

Joko dan Yono mengangguk tanpa berani mengangkat pandangan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline