Lihat ke Halaman Asli

Century Gate, Filsafat dan Sukarnya Memilih Kebenaran

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Mengikuti drama Century Gate, saya jadi teringat kuliah 2 SKS tentang Filsafat. Bahwa kebenaran memang bermacam-macam. Tapi dua jenis kebenaran yang paling sering bentrok adalah kebenaran ilmu dan kebenaran otoritas. Misalnya, kebenaran ilmu alam menyimpulkan, pertambangan emas di hutan lindung dapat menciptakan kerusakan ekosistem dan menimbulkan potensi bencana alam. Tapi industri pertambangan sangat penting untuk mendongkrak penghasilan daerah dan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Karena pertimbangan kepentingan yang lebih besar, maka muncullah kebijakan otoritas untuk mengizinkan pertambangan emas itu.

Di antara dua kebenaran ini, tak ada yang patut disalahkan. Meskipun demikian, bila kita harus memilih salah satu di antaranya dengan jalan konsensus berbangsa, maka kita harus mempertanggungjawabkan dan menerima konsekwensinya. Di Indonesia, kita telah meyakini hukum sebagai landasan utama kebenaran. Artinya, kebenaran apapun yang kita temukan di sekitar kita, kalau ia mengalami konflik, maka harus diuji di depan hukum dan perundang-undangan. Oleh sebab itu, sistem dan pelaksanaan hukum menjadi sangat penting. Bila bangunan hukum rubuh, maka bangsa ini rubuh pula karena kita telah bersandar padanya.

Kasus Bank Century adalah sebuah konflik, di mana terdapat dua belah kekuatan politik yang memegang kebenaran masing-masing. Tidak ada jalan lain, mereka harus menghadap hukum dan peraturan. Dalam hal ini, rupanya ada dua mekanisme aturan yang disediakan, yaitu proses hukum formal dan proses politik yang juga diatur berdasarkan Undang-Undang Dasar, dan oleh karena itu ia juga adalah hukum. Sejauh itu, hal tersebut tidak menjadi masalah. Proses hukum formal telah dijalankan dengan penangkapan orang yang diduga sebagai pelaku kejahatan perbankan. Proses politik pun telah dilakukan lewat pembentukan pansus Century Gate.

Namun apabila kedua mekanisme hukum dan perundangan ini nantinya juga mengalami konflik, maka kita sampai pada masalah yang sesungguhnya. Kebenaran apa lagi yang dapat kita pegang? Sebab dalam situasi konflik, kita harus kembali melakukan konsensus untuk memilih satu kebenaran seperti yang diungkapkan tadi.

Sampai di sini, memang belum ada wacana kritis yang dikeluarkan para pendekar hukum kita. Kedua jalur kebenaran itu dibiarkan liar dengan harapan bahwa yang benar pasti akan menang seperti tema-tema utama film India. Ini adalah pendirian khas orang-orang yang memegang kebenaran agama (satu kebenaran lain lagi) yang sifatnya pasrah pada hukum sunnatullah. Tetapi hukum Tuhan tidak lantas menurunkan banjir dan badai untuk mengabarkan siapa yang salah dan siapa yang benar. Kita tetap harus memiliki ijtihad dan konsensus untuk mendapatkan kebenaran yang lebih pragmatis.

Akhirnya, kebenaran bukanlah benda mati atau sebuah ideal yang diam. Dia harus dipilih dan difungsikan dalam kehidupan sosial dan kehidupan berbangsa, berdasarkan sinyal-sinyal yang diberikan Tuhan lewat kitab suci dan firman non literal-Nya (alam).

Tentang Century Gate, para pendekar hukum dan legislatif kita harus bisa memandang lebih jauh dari konflik itu sendiri. Kita semua sebaiknya sudah sama-sama bisa menatap ujung jalan sebelum bus sampai di sana. Sebab bila tidak, bus bernama Indonesia ini bisa kehilangan arah, masuk jurang, dan sukar terkendalikan. Siapa yang sudah melihat jalan di depan?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline