Wakop DKI (Dono, Kasino, Indro) merupakan grup komedian Indonesia sekaligus aktor lawas yang telah memainkan sejumlah film. Salah satunya adalah film Pencet Sana Pencet Sini yang rilis tahun 1994 ini di sutradari oleh Arizal. Kesuksesan mereka dapat dilihat dari pembuatan film Warkop DKI Reborn yang dirilis tahun 2016 lalu.
Film komedi Indonesia hingga kini masih eksis di pasaran, sutradara hingga aktor komedi berlomba-lomba membuat seni lakon ini.
Namun ada beberapa perbedaan antara film komedi dulu dan sekarang. Mari kita lihat antara film Pencet Sana Pencet Sini tahun 1994 yang dibawakan oleh Warkop DKI dan Film Ngenest tahun 2015 karya Ernest Prakasa.
Perbedaan Paradigma Film
Paradigma adalah suatu cara berpikir dalam melihat realita atau fenomena, dalam wujud pengamatan dan pengaruh-pengaruhnya. (Pangaribuan, 2008:23).
Dalam film terdapat paradigma yang berfungsi untuk mengetahui pesan dalam film, analisis dalam film, serta aturan seperti apa yang digunakan dalam interpretasi film. (Astuti, 2022:20).
Dalam film Pencet Sana Pencet Sini (1994) menggunakan paradigma empiris dengan kejadian yang benar terjadi dilapangan dan logis. Seperti scene saat Dono, Kasino, dan Indro yang berada di kampus, kemudian mereka juga jatuh cinta dan punya pacar.
Melihat Dewo Om Dono adalah orang kaya, Dono, Kasino, dan Indro kemudian memanfaatkan kesempatan itu untuk meminta mobil. Namun karena tak kunjung diberika, ketiga sahabat ini menyusun rencana penculikan Dono agar Dewo mau menebusnya dan membuat mereka kahirnya dapat memiliki sebuah mobil.
Berbeda dengan film Warkop DKI tersebut, paradigma dalam film Ngenest (2015) adalah fenomenologi dengan tujuan untuk menjelskan pengelaman hidup dengan adanya fenomena kesadaran yang manusia alami.
Dapat terlihat dari film yang menceritakan tentang Ernest dan sahabatnya yang mengalami struggle karena ia keturunan Tionghoa. Perjalanan kehidupannya mulai dari SD hingga ia dewasa, kemudian menemukan cinta sejatinya seorang wanita berdarah Sunda.