Bertemu
"Ya Ilahi, ketika aku memandang 'Ada-Mu' maka aku tenggelam dalam Dzat-Mu. Namun ketika aku memandang sifat dan perilaku ( Sifat dan Af'al )-Mu maka aku timbul tenggelam dalam berenang di lautan cinta-Mu". (kata mutiara hikmah).
Kebetulan hari ini hari Jumat. Selepas sholat Jumat, saya tadi langsung pergi ke kuburan, 'bersilaturahim' sekaligus mengirim doa kepada ahli kubur termasuk Ayah, Mbah, Buyut dan para leluhur yang sudah 'sumare' di alam barzah. Nah sepulang ke rumah, kok tiba-tiba ingin menulis mengenai hal ini, yaitu tentang 'bertemu dengan Ilahi'.
Sang Maha Ada atau Allah swt adalah juga disebut Sang Maha Aku sebagaimana Dia menyebut diriNya sendiri : Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku ( Q.S. Thoha 14 ).
Bertemu dengan Allah, Sang Maha Ada, tidaklah sama pengertiannya dengan bertemu dengan makhluk. Atau bertemu dengan barang yang hilang misalnya. Atau bertemu dengan kawan. Tidak, tidak sama. Dalam kitab sirul asror diterangkan bertemu dengan-Nya adalah apabila kita telah mampu melepaskan ketergantungan dan ketrikatan kita terhadap apapun yang selain-Nya. Dalam bahasa agama bertemu dengan-Nya ini lebih lazim disebut dengan kata adz-dzikir. Ingat. Menyebut. Namun saya lebih suka meminjam istilah Mas Deka (praktisi 'patrap') dengan kata sadar penuh.
Tentu saja lawan dari ingat adalah lupa. Lawan dari sadar penuh adalah tertutup atau ter-cover. Lawan dari adz-dzikir adalah 'kufur' bahkan 'kafir' dalam pengertian terbatas. Kalau kita tidak 'sadar penuh' akan Ada-Nya berarti kita sedang ter-cover, terhijab, terdinding atau tertutup terhadap 'kehadiran dan peran-Nya' dalah diri dan hidup kita. Bisa jadi kita tertutup oleh pemikiran kita sendiri, rasio kita atau bahkan karena nafsu kita.
Masalahnya, bagaimana kita bisa menyadari akan 'Ada-Nya', bagaimana kita bisa mengingat kepada-Nya ? Lha wong rupa-Nya saja kita tidak pernah melihat kok. Apa nggak susah. Iya kalau kita habis lihat perempuan cantik, wah gampang itu melihatnya. Terus apa nggak ada solusi yang 'mudah' dilakukan untu sampai bisa mengingat-Nya atau berdzikir kepada-Nya ?
Ada solusinya. Logikanya begini, jika kita tidak pernah bertemu dengan seseorang bagaimana kita bisa mengingatnya dan merinduinya selalu ? Nggak bisa kan ? Nah itu dia....jawabannya. Satu-satunya cara supaya bisa senantiasa sadar penuh dan rindu kepada-Nya ....ya harus 'bertemu' dulu dengan-Nya. Apa mungkin itu ? Ya jelas mungkin. Kalau nggak mungkin ya nggak akan ada agama diturunkan di dunia ini.
Perhatikan angin. Dalam diampun Anda dan saya 'tahu' bahwa ada angin. Bahkan anak kecilpun tahu. Lho kok bisa tahu. Ya karena kita tiap hari senantiasa 'meng-alami' nya sendiri perjumpaan dengan angin. Gampang. Kita kipaskan tangan kita, terasa 'mak brebet...wusss' dingin menerpa kulit kita. Kita katakan ada angin. Kadang pula kita melihat sampah dan debu beterbangan berputar-putar naik ke udara. Kita katakan ada angin lesus yang sedang bertiup kencang. Padahal yang kita lihat dengan mata kita adalah pergerakan sampah dan debu, namun dengan yakin tanpa keraguan sedikitpun kita katakan bahwa kita melihat angin sedang bergerak.
Jadi sebenarnya yang kita saksikan adalah 'kelakuan' atau 'afal' si angin itu. Dan...kita yakin kita telah menyaksikan angin itu sendiri. Dan....kita menjadi mudah untuk 'ingat' akan angin itu ketika ada udara bergerak. Angin yang kita hirup di sini adalah angin yang sama dengan angin yang sedang di hirup Mr. Obama di Amerika sana. Juga sama dengan angin yang dihirup di jazirah Arabia sana. Angin yang satu itu juga.
Nah coba kita lanjutkan kesadaran kita kepada 'Yang Menggerakkan Angin'. Kalau kesadaran kita terhenti pada debu dan sampahnya saja maka yang kita jumpai adalah hanya debu dan sampah yang sedang beterbangan saja. Nah ketika kesadaran kita bisa 'melaju' ke 'sesuatu' yang menerbangkan sampah dan debu itu maka kita 'bertemu' dengan sang angin. Begitu juga seterusnya. Kalau kesadaran kita tidak terhenti di anginnya saja maka kesadaran kita akan 'menerobos', yaitu akan 'bertemu' dengan Dia Yang Maha Menggerakkan segala sesuatu.
Sekarang mari kita lanjutkan. Kita arahkan kesadaran kita kepada diri kita sendiri dan juga alam sekeliling. Kemudian arahkan kesadarn kita bahwa semua ini pada asalnya tidak ada. Kemudian diadakan oleh Yang Mengadakan. Tentu Yang Mengadakan itu berarti ADA. Sang ADA ini adalah SANG SERBA MAHA. Dia adalah SANG MAHA ADA.