Ketika kita berutang terhadap sesama bagimana sikap kita ? Ketika kita menagih utang bagimana sikap kita ? Berbicara tentang utang adalah sesuatu yang sangat privasi sebenarnya.
Berbicara tentang utang juga menyangkut moral manusia. Akan tetapi tidaklah salah jika kita belajar beberapa trik bagaimana cara berhadapan dengan utang agar kita tidak terjerumus pada rasa bersalah atau terkesan menghakimi.
Setiap kita pasti pernah mengalami hal yang demikian entah itu berutang atau menagih utang. Ketika kita berutang barangkali kita punya trik bagaimana cara kita untuk menyelesaikannya. Akan tetapi ketika giliran kita menagih utang cenderung yang muncul adalah rasa segan dan tidak berani.
Saya sendiri baru saja mengalami hal yang demikian. Saya pernah meminjamkan uang kepada seseorang dengan alasan untuk melunasi pembayaran buku. Nah, teman saya itu berjanji akan segera dilunaskan apabila nanti sudah gajian tiba. Ternyata hingga beberapa tahun berlalu utang tak juga dibayarnya.
Memang saya salah juga , saya tidak pernah menagihnya saya hanya mengingatkannya apabila tanggal gajian sudah tiba. Saya berpikir dengan mengingatkannya maka dia akan segera melunaskan utangnya. Tapi ternyata kata yang sama selalu terucap dari bibirnya yakni " Sabar ya ".
Caranya yang demikian membuatku harus berpikir keras bagaimana cara yang harus kulakukan agar ia segera melunasi utangnya. Dengan cara transparan ternyata tidak mampan , menemuinya dan mengingatkannya juga tidak berguna. Setiap kali mengingatkannya jawabannya selalu ngeles.
Dan ini membuat saya benar-benar jengkel karena saya meminjamkan uang kepadanya bukan karena saya memiliki lebih tapi lebih pada belas kasih dan ingin menyelamatkannya dari berbagai persoalan. Apakah ini namanya memanfaatkan kebaikan orang lain saya juga kurang tahu ?
Akhirnya tepat pada hari ulang tahunnya, saya mengirimkan sebuah bingkisan serta secarik kertas wangi yang berisi puisi dengan isi " bayar utangmu ". Saya tidak memperhitungkan berapa harga kado karena yang saya mau adalah puisi itu sampai kepadanya.
Adapun isi puisi yang saya kirimkan itu adalah untaian kata yang berisi janji palsu serta kata-kata manis yang dia ungkapkan untuk mengelabui saya. Dan dalam puisi itu saya menambahkan bahwa saya tetap menunggu kaena uang itu adalah salah satu aset hidupku saat ini.
Beberapa hari kemudian, teman saya itu datang menemui saya dengan membawa secarik puisi yang kutuliskan untuknya. Dia datang dan minta maaf atas kelalaiannya. Dia terkesan dengan setiap bait puisi yang kutuliskan untuknya. Dia juga berterima kasih kepada saya bahwa saya telah menyadarkannya dengan untaian kata-kata melalui puisi yang saya kirimkan.