Lihat ke Halaman Asli

Cinta Lia

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dina berlari mendekatinya dengan jilbab yang berkibar-kibar dan sebungkus taro di tangannya. Belum lagi tas punggungnya yang berloncatan mengikuti ayunan kakinya.

“Aulia Safitri.” panggilnya dengan nama lengkap Lia

“Ada apa Andina Safira Hendra Pradana” balas Lia menyebut nama lengkap Dina + nama ayahnya juga, lalu tersenyum kecil membuat lesung pipi di wajah gadis berjilbab itu bermunculan.

“Malah bercanda lagi, aku serius! Eh Lia, si Dino dari tadi mencarimu terus, kelas kita sudah tujuh kali diperiksa, dari sudut ke sudut sampai ke kolong-kolong meja juga di lihat” sahut Dina, lalu menyuap beberapa potong cemilan. “tahu nggak, Dino muter-muter sambil bawa bunga” lanjutnya.

“Aneh, ada apa dengannya?” tanggap Lia

“Yang bener, ada apa denganmu?” balas Dina dengan gaya menyanyikan lagu Peter Pan, lalu kembali menyuap beberapa potong taro.

Senyum Lia kembali terukir. “Ah, sudahlah. Ke kantin yuk” ajak Lia

“Kantin?” dengan mata bundarnya Dina menatap Lia tak berkedip. “Ok”lanjutnya.

@@@

Setelah memesan dua mangkok bakso dan dua teh botol, Lia dan Dina segera mengambil tempat duduk. Baru beberapa detik mereka duduk tiba-tiba Anta, teman sekelas Lia menghampirinya dengan membawa sekuntum mawar merah yang kau berikan kepadaku eh maksudnya sekuntum mawar merah yang langsung di berikannya pada Lia seraya membungkukkan separuh badannya.

“I love you” bisiknya.

“I love you too” balas Lia sambil menerima mawar dari Anta.

“Yes” teriak Anta. “boleh aku duduk semeja dengan Lia?” tanya Anta lagi.

“Silahkan” jawab Lia. Dan belum lagi Anta duduk, tiba-tiba saja Arlan datang dengan seikat melati di tangannya, berlutut lalu menyodorkannya kepada Lia di sertai ungkapan isi hatinya.

“Lia aku sungguh dan sangat sungguh-sungguh mencintai dan menyayangimu.”

@@@

Tiba-tiba...

“Hei, Arlan! Kamu nggak bisa gitu dong. Aku yang lebih dulu mengungkapkan isi hatiku dan Lia juga mencintaiku. Jadi kamu mau merebut Lia dari aku ya?” marah Anta.

“Hei-hei, enak aja. Aku juga suka sama Lia. Selagi Lia belum jadi istrimu boleh dong. Dan lagi aku mau kok di jadikan pacar yang ke dua. Astrid yang penyanyi saja mau, sampai dia bikin lagu” jawab Arlan.

“Enak saja. Aku nggak terima” balas Anta

“Tunggu dulu” jawab Arlan enteng. “kita dengarkan dulu apa jawaban Lia.”

Dengan tersenyum Lia mengambil bunga di tangan Arlan, lalu berkata “aku juga menyayangimu”

“Wah, terima kasih Lia” ujar Arlan dengan mata berbinar. Lalu ia menoleh kepada Anta. “nah, Anta. Lia juga menyukaiku, bagaimana?!”

“Lia! Kamu...?!” Anta tak sanggup lagi meneruskan kata-katanya. Ia berlari keluar kantin.

“Payah. Cowok kok nangis” Dina yang sedari tadi diam memperhatikan jadi ikut bicara. Perhatian mereka teralihkan datangnya pelayan kantin dengan nampan berisi dua mangkok bakso.

“Mbak, baksonya kok lama sekali?” sapa Dina kepada Titin, pelayan kantin yang tiga tahun lebih tua darinya.

“Maaf ya, pemesan yang datang lebih dulu itu yang yang di dahulukan” jawab Titin sambil tersenyum.

“Oh...”. sahut Dina. Melihat bakso telah terhidang segera Dina menyantapnya membiarkan cemilan di tangan kirinya terbengong-bengong. “Lia, ayo makan” ajaknya.

@@@

“Lia, mau ku antar pulang?” tanya Arlan setelah jam sekolah berakhir.

“Maaf ya, Arlan pulang saja dulu, Lia dan Dina ada les sore.” tolak Lia halus.

“Ah, Lia. Kamu sungguh gadis yang santun dan cantik” bisik hati Arlan dan Dina.

“Baiklah, aku pulang dulu ya.” jawab Arlan

“Aulia, tunggu.” terdengar di kejauhan suara Dino, berlari-lari kecil dengan seikat mawar di tangannya. Kembali Lia mendapat sodoran bunga di sertai ucapan cinta, sayang dan entah apalagi namanya.

“Aku juga cinta kok sama Dino” jawab Lia dengan senyum simpulnya.

@@@

“Lia menerima cintaku” bisik Arlan ke Dino.

“Apa!!!” teriak Dino. “nggak mungkin!

“Hei, aku jadi pacar ke duanya. Yang pertama si Anta.”

“Itu lebih nggak mungkin lagi” Dino makin terkejut.

“Memangnya kenapa?” tanya Arlan.

“Aku jadi pacar ke berapanya ya?” tanya Dino pada diri sendiri.

“Oh, jadi kamu sudah menyatakan cinta ke Lia ya, pasti dong diterima juga”

Dengan lemah Dino mengangguk. Namun tiba-tiba Dino berdiri dengan wajah merah dan buas. Lalu berkata “Nggak bisa! Kalian berdua harus mengundurkan diri. Akulah yang berhak jadi pacar Lia”

“Hohoho... jangan salah. Memangnya ini kontes pakai mengundukan diri. Kamu saja yang mundur” Balas Arlan.

“Hei stop dong teriak-teriaknya. Sakit ni telingaku.” Anta yang dari tadi berdiam diri dan merenung ikut berteriak marah. “yang bener Lia sudah menjadi pacarku” balasnya lagi.

“Nggak! Aku nggak mau Lia membagi cintanya ke orang lain selain diriku.” Kali ini Dino mencengkram kerah baju Anta.

“Hei, stop! Kok jadi ribut sih. Itu tidak menyelesaikan masalah. Aku juga berhak loh, jadi pacar Lia.”Arlan mencoba mendamaikan ke duanya.

Dengan geram Dino melepaskan cengkramannya. Kini mereka sibuk menenangkan diri masing-masing.

“Begini saja deh.” Anta membuka pembicaraan. “kita tanya langsung ke Lia siapa sebenarnya yang ia sayangi di antara kita bertiga.”

“Wah, jangan deh. Aku aja mau di jadikan pacar kedua. Apa salahnya sih sesuai urutan. Anta pacar pertama dan Dino yang ketiga.” usul Arlan yang merasa tidak akan menang bersaing dengan Dino sang kapten basket sekolah dan cowok idol di kelas XI IPA 2.

“Enak saja.” kali ini Dino yang bicara. “bagaimana kalau ada pacar yang ke 5, 6, 7, 8, 9, 10, ke... Hua.. atau pacarnya sebelum kita, aku gak rela.”

“Ya, benerDino. Aku juga nggak rela. Ih, Lia yang cantik, anggun, ramah, berjilbab lagi, kok bisa-bisanya mempermainkan kita.” Anta tiba-tiba saja merasa benci pada Lia. “sudah deh,kita tanya saja langsung.” Dan Arlan setuju.

“Caranya bagaimana?” tanya Arlan

“Kita datang saja ke rumahnya langsung malam ini.” Sahut Anta.

“Ok” jawab Dino dan Arlan kompak.

@@@

“Hai.” Sapa Lia. “tumben main kemari, ada apa?”

“Eng...” Dino tang bisa berkata apa-apa.

Sementara Arlan ternganga melihat wajah gadis yang dipuja-pujanya. Sedang Anta terpana melihat Aulia berbusana serba putih, dari kepala sampai kaki, serba tertutup. Anggun, tentu saja cantik bak bidadari.

“Oh, ya. Ayo pada masuk dan silahkan duduk.” Ajak Lia beruntun.

Dengan wajah masih melekat ke Lia, mereka masuk dan tentu saja saling bertabrakan. Hehehe, gak lihat jalan sih.

“Duduk dong.” ulang Lia yang ketiga kalinya dengan suara lebih keras. Dino segera tersadar dengan tujuan mereka datang ke rumah Lia. Segera ia mengambil posisi tegap, menarik nafas dalam-dalam. Lalu berkata “Lia, kami bertiga terus terang sangat mencintaimu.” Dino tanpa basa basi lagi disertai anggukan kedua temannya tanda setuju.

“Terutama aku sungguh sangat menyayangimu” lanjutnya.

Dengan sedikit mendelik Anta berucap “aku juga.”

“Sama” susul Arlan.

Dan keduanya kembali melekatkan pandangannya ke wajah Lia. Terpesona.

“Dari itulah Lia, kami bertiga bingung. Siapa sebenarnya yang benar-benar kamu sayangi? Atau kamu hanya ingin bermain-main dengan kami?.” lanjut Dino yang telah bisa menguasai keadaan.

“Oh... Lia kan sudah bilang, Lia mencintai kalian semua. Bener kok, nggak main-main.” Ucap Lia dengan penuh keyakinan, meyakinkan.

“Nggak bisa Lia, kami hanya ingin satu saja yang Lia sayangi. Jadi Lia nggak usah bagi-bagi sayang Lia ke yang lain” jawab Dino lagi.

“Maaf, ya. Lia nggak bisa begitu dong” jawab Lia sembari mengerutkan dahinya.

Ketiganya terdiam. Menatap Lia bingung antara sedih dan marah.

“Kalian muslimkan?” tanya Lia tiba-tiba.

Mereka mengangguk serentak. Dengan tersenyum Lia kembali berucap. “sesama muslim kita harus saling menyayangi, mencintai. Lia seorang muslim, jadi Lia mencintai dan menyayangi sesama muslim. Iya kan?.”

Lia tak butuh jawaban. Ia melanjutkan “kalau beda agama kita saling menghormati. Jadi Lia nggak bisa pilih-pilih siapa yang Lia cintai.”

Dengan luwesnya Lia menerangkan kalau muslim itu bagaikan satu tubuh, jika salah satu tubuh itu ada yang sakit, semua ikut merasakan sakit dan lain-lain, dan seterusnya, dan sebagainya.

@@@

Arlan menatap dinding kamarnya, mengenang wajah Lia bergaun putih yang sejam lalu ditemuinya. Dino termangu dimeja belajarnya, menatap foto Lia yang mengulum senyumnya yang 60 menit lalu dipandangnya. Anta menatap wajahnya dicermin kamar mandinya membayangkan Lia berada di sisinya, yang baru 3.600 detik lalu didepannya. Perlahan air mata mereka menetes satu-satu. Kata-kata Lia masih jelas teringat dikepala mereka. Dalam hati Anta, Arlan dan Dino berbisik “Lia terlalu bersahaja untuk bisa kumiliki.”

Selanjutnya Anta, Arlan dan Dino meraung di kamar mereka. Entah sadar dengan ucapan Lia atau patah hati.

The EnD

Yogyakarta, september 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline