Sebut saja dia Tania, aktivitas dan pekerjaannya sebagai reseller palugada, "apa yang Lu mau, ada!"
Ditemani hot manual brew Kerenci Kayu Aro disebuah cafe kopi yang kozy, kita ngobrol ngalur ngidul, sampai tiba pada topik bisnis Marketing Multi Level atau lebih dikenal dengan sebutan MLM. Bisnis penjualan lansung dan berantai ini, masuk dan dikenal di Indonesia mulai sekitar tahun 2000-an
Pada awal-awal pertumbuhannya di Indonesia, Bisnis MLM ini cukup bertumbuh bagai jamur di musim hujan. Namun seiring berjalannya waktu, pertumbuhan dan perkembangannya mulai direspon pro dan kontra oleh masyarakat.
Kontraversi yang dilahirkan bisnis MLM ini merupakan sebuah respon dari masyarakat dalam menanggapi hal-hal baru yang sebelumnya tidak ada atau tidak mereka kenal. Sebetulnya wajar saja jika respon yang dihasilkan hanya sebatas pro dan kotra. Tapi ternyata yang terjadi tidak demikian, ada penyakit yang mengiringi si kotra!
Si kontra yang fanatic akhirnya menderita alergi. Alergi apa? Bukan, bukan alergi seafood! Ya alergi terhadap bisnis MLM ini! Dan Tania adalah salah satunya. Walaupun dia bergerak dibidang penjualan, tetapi dia kontra dan menjadi alergi terhadap bisnis MLM ini!!!
Pada dasarnya setiap bisnis dibangun untuk bertumbuh dan berkembang dengan mendapatkan profit dan sukses. Sebagai sebuah bisnis penjualan, untuk mencapai hal tersebut, bisnis MLM mempunyai strategi pemasaran lansung yang berjengjang atau berantai. Tenaga penjual di bisnis ini tidak hanya mendapat kompensasi dari penjualan yang mereka hasilkan, tetapi juga dari hasil penjualan tenaga penjual yang mereka rekrut.
"MLM mah tempat berkumpulnya penipu yang berkedok perusahaan atuh!" Ujar Tania dengan nada sebal. "Mau kerja koq malah dijaprem duluan, jutaan pula!" Semakin jelas nada ketidaksukaanya. "Upline makin kaya, yang sudah kaya jadi kaya raya. Si miskin semakin miskin dan dimakan mimpi" Jeda sesaat, menyeruput kopi. "Itu termasuk eksploitasi manusia lho!" lanjut Tania bernafsu.
Japrem sebagai istilah untuk setoran uang yang biasa diminta preman, tidak ada relevansinya dengan MLM. Sejumlah uang yang disyaratkan diawal, bukan semata hanya diminta begitu saja, tapi akan menjadi produk atau barang yang nantinya harus dijual atau mungkin dikonsumsi sendiri. Kembali kepada konsep dasarnya, MLM ini adalah bisnis penjualan. Jadi sejumlah uang yang disyaratkan tersebut dapat disetarakan dengan modal usaha untuk memulai bisnis penjualan tersebut.
Sayangnya ada fakta, yang seperti membenarkan jika dalam bisnis MLM ada japrem, yaitu ketika produk hanya merupakan kamuflase. Mereka hanya fokus kepada pengrekrutan anggota baru!
Anggota baru diiming-imingi bonus yang spektakuler. Untuk mendapatkan bonus ini anggota baru disyaratkan membayar sejumlah uang dengan kedok biaya registrasi dan diwajibkan mencari anggota baru sebanyak mungkin, karena kemungkinan mendapat komisi atau bonus, menjadi lebih besar. Setelahnya, komisi atau bonus tinggal cerita belaka, karena kepentingan pribadi para upline-lah yang bermain, diperparah dengan akhirnya upline kabur membawa uang para downlinenya!