secara umum negara Turki itu bisa dibilang ada salah satu negara berkembang yang cukup menjanjikan. memiliki letak yang strategis antara dua benua yaitu eropa dan Asia, turki tentu diuntungkan karena bisa menjadi penghubung antara dua benua besar. dari sisi pertumbuhan GDP negara Turki itu cukup stabil yang berada di peringkat 20 besar dunia. ekonomi Turki sebagian besar ditopang sama sektor agrikultur di mana Turki itu merupakan produsen penghasil gandum, susu Ternak ungags, sayur dan juga buah-buahan. Selain itu Turki juga punya industri elektronik rumah tangga yang nilai penjualnya itu mencapai miliaran Euro. bahkan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memprediksi kalau negara Turki berpotensi jadi negara dengan pertumbuhan ekonomi kelima terbesar di dunia di tahun 2060 nanti
akan tetapi dalam beberapa tahun terakhir negara Turki menjadi pusat perhatian dunia internasional karena tingkat inflasi negaranya yang sangat tinggi. berdasarkan data pada di Juli 2022 tingkat inflasi di Turki sampai tembus 79%, inflasi setinggi itu bisa dibilang udah dalam status krisis hyperinflasi yang sangat mencemaskan. Disisi lain nilai mata uang negara Turki yang disebut Lira juga mengalami kemerosotan yang sangat mencemaskan tidak hanya terhadap dolar Amerika, tapi juga terhadap semua mata uang lain di seluruh dunia termasuk terhadap Rupiah.
Menapa ini bisa terjadi pada negara turki?
Jadi ceritanya begini, pada tahun 2018 kira-kira 2 tahun sebelum pandemi covid-19 Turki mengalami inflasi tinggi dan kelemahan nilai mata uang. hal ini membuat perusahaan Turki yang memiliki pinjaman dalam bentuk dolar dan Euro menjerit minta pertolongan bank cetral supaya cepat-cepet menstabilkan nilai Lira. Saat itu bank central turki menaikan suku bunga untuk meredam inflasi dan juga menstabilkan nilai tukar lira. walaupun inflasi bisa direndam dan nilai tukar itu sedikit membaik, tapi kebijakan kali ini menimbulkan efek samping yang lain yaitu kerugian perusahaan kecil yang beroprasi dengan meminjam uang ke bank dalam bentuk Lira, hasilnya banyak perusahaan kecil yang terpaksa tutup bahkan angka pengangguran tempat naik sampai 14%.
akhirnya sebagian rakyat Turki memahami kalau kenaikan suku bunga di tahun 2018 sebagai upaya buat tolong perusahaan Turki yang terlilit utang luar negeri dan tergantung sama impor. Akan tetapi kebijakan ini malah mengorbankan masyarakat di dalam negeri Sejak saat itu. Lalu negara Turki menerapkan kebijakan yang radikal secara ekonomi, dimana Bank Sentral tak akan menaikan suku bunganya tetapi malah nurunin suku bunganya dengan harapan bisa memajukan ekonomi dalam negeri. kebijakan ekonomi yang melawan arus Ini akhirnya harus berhadapan dengan ujian yang sangat besar, yaitu pandemi covid 19 di tahun 2020 sampai 2021. Covid dengan pembatasan aktivitasnya sangat berdampak kepada ekonomi Turki yang merupakan tujuan destinasi wisata populer di dunia di dunia. Pada kuartal pertama 2020 pendapatan negara menurun karena wisatawan di Turki anjlok sampai 51%. pemasukan devisa negara juga jadi berkurang drastis sampai akhirnya nilai tukar lira melemah lagi.
memasuki awal Tahun 2022 aktivitas perdagangan di Turki kembali pulih setelah covid mereda bahkan perputaran uang pada pedagang berputar terlalu cepat, sampai sampai tingkat inflasinya udah mulai melewati batas normal. sebagaimana yang terjadi di berbagai belahan dunia lainnya termasuk Indonesia dimana jika terjadi inflasi maka pemerintah melalui Bank sentral akan menikan suku bunga agar inflasi bisa diredam. Namun yang terjadi diturki justru sebaliknya, dimana Bank sentral turki enggan untuk menaikan suku bunga dan malah terus menurunkan suku buganya. kebijakan ekonomi ini ibarat melawan arus dan juga teori teori ekonomi. Nah akhirnya tingkat inflasi di Turki melonjak tajam sampai menyentuh 76%.
Daya beli mata uang lira terus menurun dan nilai tukarnya terus anjlok dibanding mata uang negara lain termasuk dollar, rupiah, euro DLL. menurut puhak turki suku bunga yang rendah bahkan bikin beban kredit jadi murah dan bikin ekonomi Turki bisa terus bertumbuh. nilai lira yang rendah juga bakalan bikin produk-produk ekspor Turki lebih murah di luar negeri. Jadi produk ekspor Turki bisa bersaing dan lebih laku dari pada produk-produk negara lain, tapi di sisi lain inflasi yang berlebihan ini terus berlangsung sampai hari ini, banyak rakyat miskin yang menjerit karena harga barang pokok naik terus setiap hari harga makanan dan minuman naik 89,1% cuma dalam beberapa bulan, sementara peralatan rumah tangga harganya naik 77,64%.
Pemerintah bikin skema yang menjamin nilai tabungan rakyatnya, Jadi kalau nilai lira tergerus sama inflasi dimana Nilainya tuh lebih kecil dari nilai yang dijaminkan, maka bank sentral Turki bakal mentransfer uang ekstra buat mengkompensasi tabungan sesuai sama nilai yang hilang. supaya nilai real dan daya beli uang yang disimpan tuh enggak berkurang. kebijakan ini dianggap sebagai langkah mempertahankan daya beli masyarakat tanpa naikin suku bunga. nah masalahnya bunga atau kompensasi terhadap tabungan ini bikin Bank sentral Turki dengan sadar mencetak lebih banyak uang lagi ke peredaran, ini tuh bikin nilai lira jadi makin murah di pasar uang dan inflasi makin menggila.
Kebijakan ini sengaja dilakukan bukan tanpa tujuan, presiden turki Reccep Tayyib Erdogan memberlakukan kebijakan ini bertujuan agar banyak yang berinvestasi di Turki dan banyak wisatawan mancanegara yang datang ke Turki. Kebijakan yang diambil Presiden Erdogan tak luput dari serangan kritik dari para intelektual dan ekonom, bahkan bank sentral dan kementrian keuangan Turki pun ikut mengkritik kebijakan presiden. Namun presiden Erdogan tetap teguh pada keputusan yang telah ia ambil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H