Lihat ke Halaman Asli

Tigaris Alifandi

Karyawan BUMN

Optimisme Indonesia dalam Industri Masa Depan

Diperbarui: 1 Januari 2019   07:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Gambar tersebut adalah salah satu petikan buku yang telah "habis" saya baca. "The Industries of the Future", karya Alec Ross. Salah satu pakar inovasi terkemuka. 

Mengupas tentang industri mana saja yang akan bertahan dan musnah di masa depan.

Bagaimana wajah masa depan itu? Bagaimana Industri 4.0 akan mengubah segalanya. Ketika robot mulai mengambil alih beberapa pekerjaan manusia. Ketika Internet of Things (IoT) dan Artificial Intelligence (AI) menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Ketika biologi mengungkap banyak rahasia DNA. Semua serba canggih. Itu narasi yang dituliskan oleh Alec Ross tentang masa depan.

"Peluang terbesar untuk menjadi rumah bagi industri masa depan di antara negara-negara ini? Indonesia-lah jawabannya". Kata Alec Ross dalam bukunya. Pada halaman 297.

Siapakah yang dimaksud kata "negara-negara ini" dalam buku tersebut? Pakistan dan Arab Saudi.

Ketiganya adalah negara dengan mayoritas penduduknya muslim. Namun, dengan budaya dan sistem sosial politik yang sangat berbeda.

Arab Saudi dan Pakistan adalah negara yang menetapkan Islam sebagai ideologi dan Al Quran sebagai landasan konstitusional dalam sendi-sendi kehidupan. Berbeda memang dengan Indonesia yang meskipun menjadi negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, namun tetap berpegang teguh pada ideologinya yang sangat berharga, buah pikiran para bapak bangsa yang bijak nan cerdas. Pancasila. Perbedaan yang sangat mendasar.

Dan mengapa bisa muncul kesimpulan bahwa Indonesia akan lebih berpeluang menjadi domain penting dalam industri masa depan itu?

Kesetaraan gender. Inilah yang dikritisi Alec Ross. Dimana di kedua negara Islam tersebut perempuan sulit untuk berperan nyata dan mendapat posisi strategis dalam memajukan negara. Berbeda dengan Indonesia yang secara konstitusional bahkan mewajibkan setidaknya 30 % kandidat anggota legislatif adalah perempuan. Padahal perempuan dapat menjadi sumber kekuatan penting dalam pembangunan negara. Dengan segala keistimewaan yang mereka miliki.

Di Arab Saudi dan Pakistan tak semua pekerjaan yang boleh dilakukan kaum hawa. Ada batasan tertentu yang haram dilanggar. Tak hanya di kedua negara tersebut, kondisi serupa umumnya terjadi di mayoritas negara Timur Tengah dan Afrika Utara. Bukan karena Islamnya, bukan karena Al Qurannya. Padahal masyarakat Indonesia pun religius. 

Dengan tradisi Islam kental yang berpadu dengan budaya setempat. Juga posisi pesantren yang kuat dan terhormat dalam struktur dan sistem sosial masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline