Setidak, Jawa Timur boleh berbangga, karena dua putra terbaiknya mendapatkan anugerah kehormatan dari negara.
Adalah KH. As'ad Syamsul Arifin, pada hari Pahlawan tahun ini mendapat anugerah gelar Pahlawan Nasional atas buah perjuangan beliau. "Di masa perang kemerdekaan melawan penjajah Jepang, Kiai Asad memimpin pasukan yang dibentuknya dengan nama "Palopor". Pasukan ini bergerak melawan penjajah Jepang di seputaran bekas Keresidenan Besuki.Tokoh yang dikenal sebagai "Si Kuda Putih" karena memiliki kuda tunggangan kesayangan berwarna putih itu, terjun langsung bersama pasukannya menyerbu jantung-jantung pertahanan musuh, antara lain saat merebut senjata milik Belanda di gudangnya di Bondowoso di tahun 1945. Kemudian di masa penjajahan, Kiai Asad juga menyerbu markas tentara Jepang di wilayah Jember" (Sumber: dari sini)
Satu putra terbaik lagi adalah Letkol (Inf) Anumerta M. Sroedji yang mendapat anugerah tanda kehormatan Bintang Mahaputra Utama yang sudah ditetapkan dengan keputusan Presiden RI Nomor 91/TK/ Tahun 2016 tanggal 3 November 2016.
Khusus untuk KH. As'ad Syamsul Arifin, aku masih bisa menyimak kiprah beliau di tahun 90-an. Satu yang terkenang dari beliau (setidaknya menurut saya), yaitu ketika beliau sempat berlawanan arus dengan konsep gus Dur dalam menyikapi "Azas Tunggal", Pancasila.
Menyimak berbedaan di keduanya, benar-benar bisa mereguk hikmah kedewasaan dalam melihat perbedaan. Kalau tidak salah "istilah kentut" sebagai analogi "batal" pernah dilontarkan Kyai kharismatik ini pada gus Dur, karena gus Dur "welcome" dengan azas tunggal itu.
Sungguh, saya tidak melihat gejolak yang berarti di keduanya -pun- gejolak di tengah masyarakat, walau "perseteruan" itu (untuk saat itu) boleh dianggap memanas. Nyatalah, saya melihat nilai-nilai kepahlawanan dalam melihat perbedaan telah fasih dalam keteguhan keyakinan di keduanya.
Ah, andai hari ini, di hari Pahlawan tahun ini, aku melihat "jiwa besar" seperti tahun 90-an itu, alangkah sumringahnya hari ini.
Nyatanya, kali ini, di wacana negeri ini, nilai-nilai kepahlawan atas sebuah jiwa besar sedang "ada yang ingin menghancurkan". Logis, jika saya teramat pesimis negeri ini akan tercipta pahlawan-pahlawan untuk dikenang di masa yang akan datang.
Aku sungguh, sedang mencari Pahlawan itu!
Kertonegoro, 11 Nopember 2016
Salam,