Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Ilustrasi gambar : nursyahlan.mywapblog.com
(Puisi akhmad fauzi)
Sentuh malam ini dengan membangun ketelanjangan Raga remuk semu Dingin, beku gairah Membiar emosi lepas rindu air mata Kata, selayaknya engkau cincang di awan
Bercumbulah, tutup setiap jengkal kenikmatan dengan menghitung akhir kadaluarsa makna Beng beng!
Meleleh gumpalan otak rancu, genang bilik hampa Akhir malam ditentukan Malam malam yang semakin panjang Menyetubuhi tragedi ...
Tragedi tak ubahnya dramaturgi manusia bumi agar tersadari jika Tuhan tidak pernah jauh dari sisi ramah hati manusia
Menyetubuhi tragedi lebih terbaca sebagai lintas kepastian atas motivasi yang dilakukan
Menjawab dengan air mata, Tuhan sedang hadir menemani sedih hati meratapi tragedi