Lihat ke Halaman Asli

AKHMAD FAUZI

TERVERIFIKASI

Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

Kasus Yuyun, Keselamatan Anak Dipertanyakan - #HPN

Diperbarui: 4 Mei 2016   10:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

YUYUN (www.radarpatpetulainews.com)

Optimis 3
KLU Hari Ini
‪#‎HPN‬ 

Benarkah pemerkosa dan pembunuh ‪#‎BersamaYUYUN‬ tertawa, tanpa ekspresi penyeslan? Jika iya, hukuman apapun tidak akan ada fungsinya. 

Sama dengan ketika kita melihat PEMBANTAIAN Aleppo, Syria atau pengeboman di Belgia. KETIDAKBERANIAN kita untuk memanggil rasa peka, empati, dan geram, menanda kualitas kita mendekati 12 pemerkosa itu walau bukan kita aktornya.

Samakah dengan jika kita juga merasa membenarkan sebuah penyimpangan atas sesuatu HANYA  karena egosentra, keberpihakan, dan euphoria pemujaan terhadap sesuatu?

Jika iya, jika toh kadarnya lebih rendah, setidaknya telah terlalu berani kita untuk menanamkan bibit TEGA dalam hati. Sangat besar potensinya untuk bisa menyusul derajat kualitas pemerkosa ‪#‎BersmaYUYUN‬ itu. 

Bayangkan, anak sesuai SMA dengan berbekal KEBIASAAN MABOK, berani melakukan dua kejahatan sadis sekaligus, memperkosa dan membunuh. Sebuah kejahatan puncak bagi tingkatan keberanian melawan hukum. Baik hukum negara maupun hukum agama.

Hanya dengan berbekal KEBIASAAN MABOK!

Benar KPAI jika peristiwa ini menambah daftar panjang kejahatan pada anak. Kejahatan pada anak mengandung banyak anasir. Mulai dari ketegaan tingkat tinggi, kebancian nyata karena korban adalah manusia (masih) lemah, pun juga membunuh individu yang menjadi potensi punggawa negeri, nantinya.

Hanya mereka yang setara dengan pelakulah yang menganggap peristiwa ini tidak semenarik jika ia harus menjaga wibawa pujaannya.

Kejahatan anak, anak terjahati, masa depan terdholimi, wajah negeri tak lebih dari hamparan duri-duri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline