Lihat ke Halaman Asli

AKHMAD FAUZI

TERVERIFIKASI

Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

Mana yang SBY, Mana yang Jokowi

Diperbarui: 21 Februari 2016   13:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi: Cintai Produk Indonesia"][/caption]Begini :

Sekolahan saya berdiri baru tahun 2009. Tadi siang ada verifikasi asset, saya kebetulan tahun ini ditunjuk untuk mengelola asset yang ada.

Usai verifikasi saya bermain hitung-hitungan. Ditemukan angka jika asset yang dimiliki sekolah saya, dengan nilai uang sekarang, kira-kira senilai 4,5 M-an. Mulai dari asset gedung sampai sendok, piring, sutil (sepatula), dan barang remeh temeh lainnya. Berarti melonjak lebih dari 100%, dalam waktu tujuh tahun kurang.

Terlepas dari verifikasi asset itu, serta hitungan alakadarkira-kira saya tadi, terbayang hiruk-pikunya wacana tentang euphoria saling klaim atas sebuah keberhasilan pembangunan. Haruskah saya ikut latrut untuk disibukkan lagi dengan :

1) 8 ruang kelas, perpustakaan, musholla, kantor, lab IPA, dan kantin beserta sarana didalamnya HARUS saya tandai dengan PRODUK ERA SBY?

2) SEMENTARA SISASANYA, gedung baru, dan lainnya yang pengadaannya tahun 2014 ke atas HARUS PULA saya sebut sebagai PRODUK ERA JOKOWI?

Oalaahh, mbok ya jangan "sesadis" itu dalam menterjemahkan pembangunan di negeri ini. Pendikotomian sih mungkin masih manusiawi, tetapi MELABELI ini baik itu jelek. Dulu begitu kini begini. Andai dulu atau andai kini, dan seterusnya. Mbok ya jangan kalah dengan semangat para guru dan siswa. Motto belajar mereka itu sederhana "memanusiakan manusia".

Mbok ya sedikit di rem itu emosi euphoria. "Mendem jeru, mikul duwur" lah.

Bukan malah jor-joran menghebatkan sebuah era kekuasaan. Itu bukan MOVE ON namanya, tetapi PEMBUSUKAN SEJARAH. Karena perilaku jor-joran "kehebatan dinasti" itu akan terus terulang lagi di kemudian hari.

Ini bukan masalah hebat tidak hebat, benar atau salah. Tetapi masalah etika hati dan logika dalam melihat proses pembangunan sebuah bangsa.

Itu kalau saya. Tidak ingin dipusingkan apakah sesuatu itu hasil kerja si A atau si B. Bagaimana dengan anda? Simpulkan sendiri ya...?!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline