Lihat ke Halaman Asli

AKHMAD FAUZI

TERVERIFIKASI

Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

Eh, Ngga Perlu Disimpulkan, Kali Ini

Diperbarui: 10 Februari 2016   22:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Saya Haqqul yakin, jika LGBT, gerakannya, dan komunitas yang ada di dalamnya tidak terkait dengan Istana, atau Presiden! Alasan kuat saya, begitu gerakan ini merambah perguruan tinggi, segera pak Menteri Ristek DIKTI melarangnya. Ingat, melarang LGBT ini masuk kampus,

Lha Gubernur DKI kok membolehkan? Iya, tetapi lha nyatanya diembel-embeli "Jangan mengajak warga DKI untuk masuk komunitas ini", kata Ahok, sembari mengkhawatirkan dampak penyakit yang ditimbulkannya.

Nah, JANGAN TERKECOH dengan penggiringan opini seolah-olah LGBT ini "ada orang kuat" di belakang gerakan ini. Dan SUDAH DAPAT LAMPU HIJAU. Belum itu. Sejauh ini mereka hanya terus berkelindan sembari membaca kemungkinan, plus meminta banyak dukungan. Resmi dari negara bisa dibaca dari pernyataan pak Menteri tadi. Dan saya yakin, pak Presiden pun sependapat dengan Menristek Dikti nya.

Tetapi tetap waspada dan jernih serta gigih untuk terus menjaga agar fenomena LGBT ini tidak "hidup resmi" di bumi religi, Indonesia. Ingat lho ya, Gubernur Bali dan para tokoh agama juga menolak ketika di propinsi ini ada perkawinan sejenis. Masih ingat kan?

Saya Haqqul yakin, LGBT ini hanya laku di wacana dan disuarakan oleh mereka-mereka yang selama ini ingin agar Indonesia memiliki kemutlakan dalam kebebasan. Lalu "diTRANDING TOPIKkan dan dikampanyekan" oleh media yang senafas. Terus diplubis secara masiv seolah bangsa kita sudah mulai bisa menerima eksistensi mereka sehingga mutlak harus diresmikan negara. Itu hanya PERMAINAN OPINI DAN WACANA saja.

Ini po!a penggiringan wacana gaya lama. Jadi, jangan termakan pola ini. Karena ujung-ujungnya berharap agar publik (seakan) sudah melegalkan dan merestui.

Itu saja. Kali ini tidak perlu disimpulkan, karena sebenarnya sudah bisa dibaca cara dan pola nya. Kita di bumi Pancasila, yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama yang ada. Ok?

Salam Indonesia jernih dan teduh, tetap kuat dalam menggenggam nilai-nilai agama.
Semoga bermanfaat

 

Kertonegoro, 9 Pebruari 2016
Salam,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline