Rembulan Jatuh
Pupus harap menelan kepahitan jejak
Rembulan jatuh dipangkuan hati yang luruh
Satu lagi tetes air mata membasah menganak-pinak
Yang, tatap gemintang mengiring rundung kedukaan
Lembayung senja meniti langkah mengusap lelah
Percikan kesejatian menjilat-jilat mega merah tak lagi berbeban
Ada yang gelisah, menyulam cinta di bilik sunyi antara jarak waktu merana
Rembulan jatuh dari atap bangunan kokoh kerinduan
Mendesah panjang, sebanyak kata-kata yang telah tertelan
Buih kefakiran benci menggumpal membatu mengeras tak beraturan
Menjadi stigma kegelapan arah peraduan kasih, dari yang ingin mengasih
Asmara, membagi peran jenjang berjenjang, tenggelam sedalam lamunan
Yang terkasih, merayap mengusap lebam, bekas kubangan gairah
Paruh waktu yang ada, meminggirkan semangat runtutnya keselarasan
Tinggallah kesunyian
Tebal kebisuan
Menghaturkan titah lara
Kepekaan, terpendam!
Rembulan jatuh, kala purnama beranjak dewasa
Lukisan keceriaan diri dari yang memiliki rasa
Meratap kini, bersimpuh memanggil tapak sisa-sisa
Rembulan telah jatuh, menyuburkan nuansa tega memalingkan jiwa
Menangislah yang hilanglaksana menabuh genderang perang
Kelembutan yang pernah terjamah
Lenyap menguap
Lembut itu, sedekat mimpi penyempurna bahasa maya
Rembulan jatuh, tenggelam di wajah itu
Redup, menutup barisan wacana
Tinggallah yang tersisa
Kertonegoro, 3 September 2014
Ilustrasi : mhamatrahmat.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H