Lihat ke Halaman Asli

Usul buat BNP2TKI

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sangat sedih, kecewa, geram setiap kali mendengar tenaga kerja kita diperlakukan secara sadis, lebih jahat dari pada kepada binatang. Yang terakhir adalah siksaan terhadap Mariance Kabu oleh majikannya di Selangor, Malaysia (Merdeka.com, 24 Desember 2014).
Oleh sebab itu pemerintah seharusnya membuat perjanjian dengan negara penerima yang muatannya sbb:
1. Setiap tenaga kerja (TKI/TKW) harus diijinkan dan wajib memiliki sarana komunikasi (hp) dan tahu menggunakannya di negara tempat ia bekerja.
2. Setiap pengerah tenaga kerja harus bertanggung jawab atas tenaga kerja yang diserahkannya kepada majikan mereka dengan laporan tertulis secara rinci kepada KBRI/Konsulat di negara penerima tenaga kerja itu.
3. Para majikan harus memberi kesempatan kepada para TKI/TKW untuk mengunjungi KBRI/Konsulat paling sedikit 1x dalam 1 bulan. Tujuannya adalah  sebagai fungsi kontrol keberadaan mereka. Jika tidak memungkinkan karena jarak yang jauh, maka perwakilan RI-lah yang menghubungi tenaga-tenaga kerja tersebut.
Seharusnya di setiap KBRI/Konsulat di mana keberadaan TKI/TKW sangat banyak seperti Malaysia, Singapore, Hong Kong dan negara-negara Tim Teng harus ada biro khusus yang mengurus TKI/TKW dengan sdm  yang memadai untuk setidak-tidaknya berkomunikasi (telpon) langsung dengan para TKI/TKW.
Dengan adanya sarana komunikasi tadi pemerintah (dalam hal ini biro khusus tadi) dapat membuat kode-kode komunikasi khusus yang langsung dapat dimengerti oleh kedua belah pihak (biro dan TKI/TKW). Kode yang dimaksud misalnya dengan huruf yang diucapkan: A = baik, B = tertekan, C= dianiaya, dan lain sebagainya.
Point-point di atas jika diterapkan, paling tidak bisa mengurangi penganiayaan yang berlarut-larut, atau tindakan pembalasan (baca: bela diri yang mencelakakan) dari TKI/TKW karena tidak tahan menghadapi perilaku majikan mereka.
Jika negara penerima TKI/TKW tidak bersedia membuat perjanjian bilateral dengan syarat-syarat yang saling meguntungkan, sebaiknya pemerintah tidak mengirimkan/mengijinkan tenaga kerja ke negara itu. Negara kita bukan negara penyedia budak; masa perbudakan sudah berakhir. Tidak ada orang yang rela saudara sebangsanya diperlakukan semena-mena.
BNP2TKI seharusnya bertanggungjawab atas penderitaan tenaga-tenaga kerja tersebut. Karena BNP2TKI-lah yang menempatkan mereka (BNPenempatan dan Perlindungan TKI).  Pemerintah, dalam hal ini BNP2TKI, harus berada di garis depan menghentikan kesemena-menaan  terhadap rakyatnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline