Lihat ke Halaman Asli

Pertanyaanku Pada Diriku

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kau tahu beberapa hari ini aku sebel melihat wajah ayumu  yang  selalu berkelit lidah, kau tahu kemarin terdengar merdu alunan suaramu tapi kali inipun palsu, kau tahu hari ini ada rona wajah yang merah membara karena mendengar kata-katamu yang semanis madu. Ihhh……kenapa kau ajari aku untuk berdusta , kenapa kau ajari aku lagi berkata-kata yang membuat orang jadi terluka ..! kenapa lagi kau membuat janji palsu yang memupuk rasa benci di dada. Kenapa juga kau bersilat lidah, yang pada akhirnya kau membuat suasana jadi bubrah. Kebohongan satu kali, ternyata akan membuat kebohongan yang selanjutnya dan akhirnya berulangkali yang tak dirasa hingga menjadi karakter pribadi.

Ah…aku sebel dibuatnya, aku muak mendengarkannya dan aku makin tak suka dengan caramu bermuka dua. Bertemu denganmu adalah setiap waktu, bertatap muka dengan dirimu juga seringkali berlalu tanpa kesan haru, malah menjadikan aku tak ingin bertatap muka hanya karena tingkahmu dan muka duamu.

Aku koq sebel banget, dengan apa yang aku lihat……….aku koq sebel banget dengan apa yang setiap kali aku temui, aku koq sebel banget dengan semua mulut manis yang ternyata bengis, aku koq sebel banget dengan itu ! aku koq sebel banget dengan muka duamu !

Sebel dengan lakumu, dan caramu ! Sebel dengan tutur manis dan kelembutan mu, kalau semua hanya semu ! Untuk apa, hidup dengan bermanis-manis rasa, untuk apa hidup dengan bermuka-muka dua !

Kenapa tak kau buat saja berwajah seribu , hingga tak mudah dikenali yang lainnya hingga tak lagi mengerti, jati dirinya lupa akan kodratnya !

Dua wajah dengan satu muka yang berbeda hingga pemandangan ini, aku menjadi tak ingin mengerti, tak ingin memaknai bahkan tak ingin peduli sama sekali !

Alam mengajari untuk berkata-kata dengan nada bijaksana, tapi selalu menunjukkan dengan cara yang berbeda. Mengajari nada rindu dengan rintik hujan yang syahdu, tapi selalu menunjukkan nada sumbang dengan kata-kata yang menjulang dan makian-makian yang tajam.

Hemmm…….ada sepotong roti kebosanan, hingga tatapan kosong dengan jemu memandang. Inikah panggung kehidupan, inikah panggung drama kolosal, yang aku temui dalam persada belantara . Kalau tak tahu arah pasti bakal terengah-engah, kalau tak tau jalan pasti bakal di jegal di tengah-tengah hutan. Semoga aku tak tersesat karena setiap hari berjalan di hutan belantara dengan tatanan hukum rimba yang siap menerkam siapa saja. Siapkah kau………?!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline