Aku mengumpulkan motivasi untuk produktif menulis, sebenarnya aku tidak benar-benar melupakan menulis hanya saja bobot tulisanku drastis menurun. Lebih dari satu bulan aku mengandalkan smartphone untuk menulis apa saja yang sedang aku pikirkan.
Ketika perjalananku macet, hujan deras yang membuat aku berdiri mematung di depan percetakan kampus, rekan kantor yang membuatku terharu-terkesima, atau klakson motor yang sengaja dibunyikan padahal aku tidak menyalahi peraturan berjalan di pinggir jalan bagi para pejalan kaki.
Hal kecil yang terkesan sepele apalagi aku tidak biasanya menyimpan sajak dua bait atau tiga bait yang ku tulis di notes smartphone. Aku katakan, bobot tulisanku drastis menurun karena kuberi konotasi cengeng, hiperbola dan dramatis.
Tidak sengaja aku menemukan blog seorang yang tidak ku kenal tapi kebetulan aku dan dia follow-followan instagram ntah sejak kapan aku lupa. Aku menduga terhubungnya aku dan dia karena platform kompasiana, ntahlah itu tidak penting.
Dari beberapa tulisannya yang telah aku baca, aku pikir dia sedang berkuliah semester akhir. Artinya dia sedang dalam mode "tidur tidak enak-makan tidak enak."
Ingin ku sebut namanya lalu kukatakan terimakasih telah memberiku sedikit semangat untuk produktif menulis, walaupun aku tidak senekat dia yang berjanji "harus menulis artikel minimal satu artikel dalam satu hari," setidaknya aku berhasil mengumpulkan niat untuk menyelesaikan tulisan tidak bermanfaat ini.
Tadi malam, ketika aku selesai mengerjakan duplik untuk sidang cerai talak tanggal 12 Desember mendatang, aku menemukan kumpulan tulisan seorang lagi yang baru ku ketahui karena sengaja bermain-main di aplikasi qureta.
Katanya proses menulis tidak pernah mudah, karena lahirnya tulisan harus bisa memberi manfaat untuk pembaca. Itulah bedanya menulis untuk orang banyak dengan menulis untuk diri sendiri.
Artinya, perlu memilah-pilih tulisan yang bagaimana dikatakan pantas publikasi untuk konsumsi publik. Tidak serta-merta segala keresahan pikiran yang sebenarnya cukup ditulis dalam buku harian pribadi dibagikan ke banyak orang.
Aku menelan ludah, mataku yang tadinya terarah ke layar ponsel beralih memelototi teman yang bernyanyi mengikuti lagu tanya hati dari pasto. "Apakah aku sudah menyelipkan manfaat untuk banyak orang dalam tulisan yang sudah aku publikasi?" pikirku.
Belum selesai aku memelototi teman yang bernyanyi mengikuti lagu tanya hati dari pasto, seketika pula dia mengejutkan aku dengan pertanyaan,