Lihat ke Halaman Asli

Siti Rahmadani Hutasuhut

Menulis puisi, cerpen dan opini sosial-hukum-budaya

Guru Subjektif Penulis (Sebuah Pengalaman Pribadi)

Diperbarui: 11 September 2019   10:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: pixabay.com

Bercerita tentang Pak Abdul Hakim Siregar, seorang guru bahasa Arab sekaligus guru ekstrakurikuler karya tulis ilmiah dan juga seorang penulis yang kritis.

 Perkenalan saya dengan Pak Abdul Hakim Siregar dimulai ketika beliau memberi tugas "deskripsi: orang yang seperti apa teman sebangkumu" disela-sela pelajaran bahasa Arab. 

Sungguh tidak terduga, beliau tertarik dengan tulisan saya lalu menantang saya untuk menulis cerita dengan tema lain. Saya menulis tentang orangtua yang kemudian beliau rekomendasikan untuk dikirim ke koran waspada dihari ibu, alhamdulillah tidak dimuat oleh koran tersebut.

Perkenalan saya dengan Pak Abdul Hakim Siregar masih sekedar saya sebagai murid dan beliau sebagai guru. Sampai pada hari pemilihan kegiatan ektrakurikuler (ekskul) kelas XI yang menjadi program wajib sekolah saya di hari sabtu. Ada beberapa ekskul seperti seni kaligrafi, hafidz quran, olimpiade sains, english club, karya tulis ilmiah, olahraga; futsal, tapak suci, dan lainnya. 

Setiap siswa hanya boleh mengikuti satu ekskul saja dan saya bimbang antara memilih english club atau karya tulis ilmiah. Pada hari pemilihan, siswa dikumpulkan pada kategori setiap ekskul yang mereka pilih. 

Saya masih belum berpindah tempat ke ekskul tujuan. Pada detik terakhir sebelum bunyi titttt penutupan selesai, saya berlari menuju ekskul karya tulis ilmiah seperti ada suara hati yang berbisik "melangkahlah ke ujung kiri gedung itu," Lalu saya bertemu Pak Abdul Hakim Siregar.

Detik penutupan ini pula-lah awal dari pembelajaran saya mengikuti jejak beliau sebagai penulis; terutama menulis opini di koran. Saya tidak mengatakan bahwa saya sudah berhasil mengikuti jejak beliau atau sudah seperti beliau, tidak. 

Beliau jauh lebih hebat, dibanding saya yang sering tidak tekun dalam menulis. Tapi setidaknya saya bercermin dari beliau, salah satu panutan yang keren tapi tidak tampan.

Hari pertama, kami (siswa yang memilih ekskul karya tulis ilmiah; saya singkat kti) berkumpul dalam satu ruangan. Beliau meminta kami untuk menulis apapun yang sedang kami pikirkan dalam waktu sekitar lima belas menit. 

Tidak terduga lagi, beliau tertarik dengan tulisan saya yang isinya mengkritisi beberapa guru yang tidak mengenal nama siswa yang diajarnya. 

Hal ini menjadi hal yang saya pikirkan waktu itu karena ketidaksenangan saya dengan beberapa guru yang bisa jadi ingkar janji terhadap janji awal yang mereka ucapkan ketika awal masuk semester baru. "Saya tidak hanya menilai siswa dari hasil ujiannya, tapi juga dari tingkah laku dia di kelas. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline