Ayah Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang merupakan ulama sekaligus seorang Menteri Agama pada zamannya, pernah menulis artikel yang berjudul Fanatisme dan Fanatisme. Dalam tulisannya itu ulama besar itu menerangkan tentang fanatisme atau lebih dikenal sebagai ta'ashub .
Tulisan itu memberikan penjabaran tentang pengertian fanatisme atau ta'ashub yang kerap kali disalahpahami secara luas. Selama ini, ta'ashub diartikan sebagai sikap kesetian yang membabi buta dan cenderung menolak pendapat orang lain.
Sebenarnya fanatisme atau taasub adalah istilah Islam artinya fanatik buta. Ta'asub bukanlah sebuah kenikmatan ataupun sebuah keagungan melainkan sebuah penyakit yang secara sadar atau tidak sadar mampu menginfeksi siapa saja.
Dalam tulisannya, beliau mengatakan bahwa sebenarnya kesetiaan yang membabi buta atau kemudian disebut fanatisme yang berkembang itu adalah tidak tepat karena Islam sendiri adalah demokratis dan umat Islam senantiasa siap untuk menampung segala perbedaan pendapat. Sebuah kesetiaan menurut KH Wahid Hasyim adalah sebuah tanggung jawab yang dilakukan penuh kesadaran namun tidak membabi buta.
Agama dalam konteks kebangsaan misalnya tidak perlu memperhadapkan keduanya misal agama dan nasionalisme. Islam dan Nasionalisme tidak perlu dipertentangkan, terlalu fanatik dengan salah satunya hanya akan membuat benturan yang berimbas besar bagi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sejarah bangsa Indonesia penuh dengan nuansa keberagaman. Pihak-pihak yang terlibat pada pembentukan Indonesia sebagai negara yaitu PPKI BPUPKI dan para founding fathers sendiri berasal dari berbagai latar belakang etnis dan agama. Meski begitu nuansa kebangsaan sangat kental karena mereka menitik beratkan soal bagaimana Indoensia bisa lepas dari penjajahan. Karena itu mereka bersatu, mengabaikan perbedaan dan berjalan dengan langkah tegap untuk bangsa kita.
Nah, sikap ini rupanya tergerus dan mulai aus di beberapa tempat. Beberapa pihak mulai sering mempertentangkan kebangsaan (nasionalisme) dengan agama. Kita bisa melihat hal ini pada fenomena seorang wanita yang menerobos paspamres karena dia ingin bertemu dengan Presiden Joko Widodo.
Menurut dia, dasar negara Indonesia yang Pancasila itu tidak tepat dan seharusnya diganti dengan syariat Islam. Pendapat dan sikap ini tidak saja mempertentangkan agama dan kebangsaan, tapi juga keluar dari cita-cita dan keinginan bangsa pada tahap awal.
Sikap ini muncul dari fanatisme agama. Jika ini terus menerus dipersoalkan, meski di ruang-ruang terbatas akan terjadi benturan dan akhirnya kemungkinan besar suatu hari akan meledak.
Karena itu, mungkin patut kita renungkan bersama, bahwa tidak perlulah kita punya fanatisme membabi buta di negara yang penuh keberagaman ini. Jika memaksakan diri, maka yang terjadi adalah hal-hal yang tidak diinginkan.