Semua ibadah dalam ajaran Islam memiliki nilai-nilai hubungan dengan Tuhan atau hablumminnallah dan hubungan dengan manusia hablumminannas. Tidak terkecuali ibadah qurban yang dilaksanakan pada momentum Idul Adha.
Secara prinsip dan istilah, qurban merupakan ibadah yang berwujud penyembelihan hewan untuk dibagi-bagikan pada masyarakat, khususnya kaum duafa. Tentu saja, ada syarat-syarat syariat yang menyertainya. Sebagai contoh, hewan yang dimaksud bukan unggas, melainkan mamalia. Di samping itu, terdapat beragam syarat sesuai syariat lain yang sudah dipahami oleh khalayak luas.
Bila ditelisik, tujuan dari ibadah qurban memang cenderung bersifat hablumminannas. Ia bersifat saling memberi dan menebarkan manfaat. Pada gilirannya, qurban punya peran memupuk persaudaraan antar sesama manusia. Tidak hanya antar sesama muslim, namun lebih luas dari itu, ia punya kekuatan melekatkan kebersamaan antar sesama manusia.
Pada tahun 2023 ini, terdapat perbedaan dalam penentuan hari Idul Adha. Ada yang sholat Id pada Rabu (28 Juni), ada pula yang memilih Kamis (29 Juni). Meski demikian, perbedaan itu tidak boleh lantas menjadi alasan pemecah-belah umat.
Apalagi, semua ulama sepakat kalau momentum Idul Adha adalah perayaan kebersamaan dan persaudaraan. Masyarakat saling tolong menolong untuk menyembelih hewan qurban kemudian membagi-bagikannya pada segenap warga. Spirit persaudaraan mesti lebih ditonjolkan dari pada fakta-fakta mengenai perbedaan di kalangan umat.
Lagi pula, perbedaan di tengah masyarakat merupakan keniscayaan. Apalagi, di Indonesia yang merupakan negeri bhineka tunggal ikha. Sejak awal, para pendiri negara memang sudah memaklumi perbedaan yang ada di tengah masyarakat. Oleh karena itu, ada pula sila ketiga Pancasila yang berbunyi: Persatuan Indonesia. Maknanya, apa pun perbedaan yang ada, yakinlah untuk tetap berpijak pada persatuan dan kesatuan bangsa.
Sejumlah literatur menyebutkan, penyembelihan hewan qurban memiliki banyak dimensi luhur. Sebagai contoh, ada yang berpendapat bahwa pada prosesi penyembelihan tersebut, manusia sepantasnya juga ikut memotong naluri kebinatangan dalam dirinya.
Naluri kebinatangan yang dimaksud adalah hasrat rakus dan tidak punya perikemanusiaan. Di mana faktanya, ada banyak manusia yang terlibat kasus menzolimi manusia lain demi kepentingan dirinya sendiri. Nafsu seperti ini harus ditanggalkan dari diri tiap insan.
Penghibah, pemfitnah, pencuri, bahkan koruptor, adalah sedikit dari sedemikian banyak sikap maupun sifat subjektif manusia yang mesti ditinggalkan. Pasalnya, manusia yang punya karakter seperti itu pasti gemar merugikan manusia lain.
Qurban mengingatkan manusia untuk menjauhkan diri dari perilaku munkar yang menindas. Dengan demikian, manusia bisa hidup dan bermasyarakat secara manusiawi. Saling merekatkan persaudaraan, bukan saling bermusuhan.