Lihat ke Halaman Asli

Kurnia Nasir

musikus jalanan

Waspadai Prinsip asal Beda

Diperbarui: 12 Januari 2023   21:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dakwatuna

 

Beberapa kali pesta demokrasi berupa pemilihan presiden (Pilpres) terjadi di Indonesia, kita bisa menyaksikan betapa masyarakat terbelah dengan dahsyat hanya karena perbedaan pilihan. Tidak hanya terjadi di masyarakat urban tetapi juga masyarakat rural di pedesaan akibat dari media sosial.

Keterbelahan itu ternyata dipelihara oleh pihak-pihak tertentu  meski Pilpres sudah jauh terlampaui. Pihak-pihak tertentu itu sengaja mengaduk-aduk emosi masyarakat dengan memanfaatkan kesamaan minat dan pandangan dan dengan memanfaatkan media sosial. Panggilan seperti cebong dan kampret misalnya, terus menerus dipakai meski pilpres sudah tiga tahun berlalu.

Dalam alam bawah sadar banyak pihak merasa begitu berjarak dengan kelompok lain terutama dengan pilihan politik yang berbeda. Jarak itu terus menerus terasa jauh ketika beberapa pihak terus menerus mengingatkan soal perbedaan yang ada. Akibatnya banyak orang menjadi bermusuhan dengan yang lain.

Narasi berbeda semakin diteguhkan oleh mereka terutama hal-hal yang menyangkut kebijakan pemerintah. Pendapat mereka soal kebijakan pemerintah bukan hanya berupa kritik tapi malah cenderung pada pendapat asal beda atau asal menentang.

Kita bisa melihat semisal kebijakan soal IKN. Banyak partai politik yang oposan menentang kebijakan itu. Lalu beberapa pihak juga ikut dalam kritik itu. Tak hanya itu, mereka juga berpendapat bahwa IKN hanya merugikan keuangan negara, juga bahwa IKN juga membuat suku asli tersingkir. Mereka juga menuding bahwa pemerintah terlalu ambisius dalam proyek ini.

Begitu juga kebijakan pemerintah lain semisal kereta api cepat Jakarta -- Bandung yang terus menerus dikritik entah karena pembiayaannya maupun mekanisme pengerjaannya. Kritik dan hujatan terus menerus dilakukan tentang UU Cipta Kerja -- yang terus terang mengingatkan penulis tentang UU anti korupsi yang dulu dituding sebagai upaya pelemahan KPK. UU anti korupsi itu sampai membuat para mahasiswa melakukan demo.

 Hasutan yang berbuah hujatan kepada pemerintah ini seharusnya tidak perlu terjadi. Perbedaan pendapat memang dimungkinkan dalam sebuah negara, tapi bisa dilakukan dalam sebuah kritik dan bukan hujatan. Terlebih hujatan yang bernada asal beda yang sering merujuk pada persaingan politik dalam sebuah kontestasi.

 Akhirnya kita mungkin harus sepakat bahwa pemerintah (dimana pun di dunia) selalu ingin masyarakat dan negaranya maju (kecuali Taliban yang memang mmbawa banyak kemunduran bagi warganya dengan dalih agama dan politik mereka). Sehingga sebaiknya memang kita mendukung mereka dengan tulus dan berbaik sangka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline