Lihat ke Halaman Asli

Kurnia Nasir

musikus jalanan

Harus Pakai Akal Sehat untuk Olah Informasi

Diperbarui: 22 Januari 2020   20:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

jalandamai.org

Sejak teknologi informasi  antara lain internet di Indonesia pada awal tahun 90-an (di Amerika dan beberapa negara Eropa dimulai tahun 1980 an) informasi menjadi hal yang sangt penting bagi dunia.

Satu informasi yang sebelumnya perlu beberapa hari untuk sampai, entah lewat surat, telegram maupun yang lainnya menjadi satu kesatuan waktu bagi pengirim maupun penerima, alias dapat diterima seketika itu juga. Fax dan telegram menjadi hal yang seakan kuno pada saat itu.

Dua puluh tahun berlalu dan teknologi pada tahun 90 an itu sudah berkembang sedemikian rupa menjadi maju sekali. Orang tidak saja sekadar bisa mengirim pesan dengan segera tetapi juga gambar, suara dan berdimensi juga. 

Tidak saja melingkupi satu negara, tetapi melampaui negara, bahkan benua, bahkan komunikasi luar angkasapun bisa dilakukan dengan teknologi tersebut.

Kini perkembangan teknologi itu sejalan dengan perkembangan konten yang menyertainya. Kita ambil contoh adalah sosial media. Jika dulu hanya ada friendster dll maka kini kita bisa mendapati sosial media itu berkembang dengan pesat juga antara lain dengan  facebook, instagram, twitter dll.  Jenis mediasosial ini punya kekhasan masing-masing dan punya segmen masing-masing.

Hanya sayangnya perkembangan teknologi yang sedemikian pesat tidak diikutioleh pengetahuan literasi  digital yang cukup. Literasi digital ini biasanya mencakup pemahaman terhadap konten, sifat konten, dampak dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pengetahuan internal cukup terhadap konten yang disebarkan tersebut.

Kita ambil contoh semisal seorang keponakan lahir di tengah-tengah keluarga besar, lalu pemilik media sosial memberikan info yang sangat detail soal kelahiran keponakannya tersebut. Atau bisa juga satu keluarga pergi keluar kota, lalu yang bersangkutan memposting tiket, berapa anggota keluarga yang ikut dan lain sebagainya. 

Dua contoh ini menggambarkan bagaimana pemilik akun tidak berhati-hati terhadap informasi yang seharusnya privat dan kini menjadi informasi public. Ingat, media sosial mengandung beberapa persamaan dengan media mainstream (meski tidak sama persis) yang informasi yang dikirim pada akhirnya adalah informasi untuk public sehingga memang disengaja agar orang lain tahu.

Hal kedua soal literasi dgital adalah logika atau akal sehat yang menyertai sebuah konten. Tidak semua orang mampu mengolah konten dengan baik sehingga menimbulkan dampak yang besar.

Kita lihat banyak sekali informasi menyesatkan dan tidak masuk nalar yang dtelan mentah-mentah oleh para pemilik akun media sosial dan kemudian menyebarkannya lagi. Contoh lain banyak terjadi nyaris tiap hari dunia media sosial kita.

Inilah yang perlu kita tata dengan lebih baik lagi.Literasi digital harus kita tingkatkan lagi sehingga kita tidak mengunyah mentah-mentah informasi menyesatkan atau mengandung fitnah. Informasi yang kita terima harus kita oleh dengan logika dan akal sehat yang baik. Jika ini bisa kita lakukan, maka kita tidak lagi terjebak pada info-info salah .




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline