Lihat ke Halaman Asli

Tias Tanjung Wilis

Murid kehidupan

Mendikbud Nadiem dan Tantangan Industri 4.0

Diperbarui: 4 November 2019   14:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden Joko Widodo telah melantik anggota Kabinet Indonesia Maju pada 23 Oktober 2019. Beberapa nama menteri pilihan Presiden Jokowi memantik kontroversi di kalangan publik, salah satunya Nadiem Makarim.

Jokowi menunjuk mantan CEO perusahaan startup Go-Jek itu menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, menggantikan Muhajir Effendi yang kini bertugas sebagai Menko PMK.

Isu yang dihadapi oleh Nadiem saat ini adalah menciptakan sistem pendidikan yang pas di tengah disrupsi Revolusi Industri 4.0.

Perkembangan teknologi yang semakin pesat, telah menciptakan disrupsi di berbagai aspek, khususnya pada dunia bisnis menjadi tanda dimulainya era Revolusi Industri 4.0. Kemunculan Big Data, Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT), robot, dan seterusnya, diprediksi dapat menggantikan tenaga manusia. Tentunya ini memunculkan berbagai tantangan baru dalam membuat kebijakan publik.

Hasil studi McKinsey yang diterbitkan pada artikel bertajuk “Automation and the Future of work in Indonesia” di September 2019 mengungkap bahwa pada 2030 akan ada 23 juta pekerjaan di Indonesia yang akan hilang karena automasi.

Pada periode yang sama, sebanyak 27 hingga 46 juta pekerjaan baru akan tercipta. Artinya, di Indonesia, automasi justru membuka lebih banyak peluang kerja, yaitu mencapai 23 juta pekerjaan, termasuk 10 juta pekerjaan yang saat ini belum ada.

Jenis pekerjaan baru tentu menuntut keterampilan yang baru juga. Hasil Future of Jobs Survey 2018 yang dilakukan World Economic Forum menunjukkan keterampilan apa saja yang akan peningkatan di tahun 2022. Beberapa diantaranya, seperti kreativitas, originalitas, inisiatif, technology design, programming, kecerdasan emosional, dan seterusnya.

Penunjukkan Nadiem tentu tidak sembarangan. Presiden Jokowi pasti telah mempelajari rekam jejak Nadiem sebagai inovator di dunia digital. Sebelum menjabat sebagai CEO Go-Jek, pria lulusan Harvard University ini pernah bekerja di lembaga konsultan McKinsey & Company di Jakarta dan managing director sebuah perusahaan ritel fesyen digital, Zalora.

Keberhasilan Nadiem dalam mengembangkan Go-Jek membuatnya meraih banyak penghargaan. Beberapa diantaranya, penghargaan 24th Nikkei Asia Prize untuk kategori Economy and Business Innovation di Jepang, masuk dalam daftar “2018 Bloomberg 50” sebagai tokoh bisnis paling berpengaruh. Go-Jek  pun menjadi satu-satunya perusahaan di Asia Tenggara yang masuk “50 Companies that Changed the World” versi Fortune 2017.

Ini yang mungkin menjadi alasan mengapa Presiden Jokowi akhirnya mempercayakan posisi prestis itu kepada Nadiem.

Dengan semua capaian itu, Nadiem dianggap sebagai sosok yang dianggap mampu menghadapi tantangan Revolusi Industri 4.0. Ia diprediksi mampu mengubah ancaman digitalisasi menjadi peluang yang bisa berdampak sosial ekonomi yang luas bagi Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline