Lihat ke Halaman Asli

Tista Arumsari

Seorang mahasiswi yang sedang sibuk menyelesaikan tugas akhir

Di Masa Pendidikan Terbuka Luas untuk Semua Orang, Mengapa Sekolah Kedinasan Masih Diperlukan?

Diperbarui: 16 Mei 2020   11:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Karsapraja.net

Semakin berkembangnya kehidupan manusia, dunia pendidikan pun turut mengalami perkembangan yang luar biasa. Biar bagaimanapun, kita hidup pada masa pendidikan telah diakui sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia untuk bisa survive hidup di dunia.

Tidak seperti 100 tahun lalu misalnya, tahun 1920 negeri kita belum bernama Indonesia. Dan masyarakat kita masih belum merasakan senasib sepenanggungan apalagi persatuan. Oleh karenanya, hidup mereka sengsara. Sebagai buruh—kalau tidak boleh dikatakan budak—mereka bekerja keras setiap hari hanya untuk hidup keesokan harinya dan mengulangi rutinitas yang sama.

Hari ini, dunia pendidikan telah mengalami perkembangan yang signifikan. Sehingga, warga negara yang ingin melanjutkan pendidikan, sebagian besar dapat meraih kesempatan tersebut. Meskipun, tentu saja kita tidak bisa mengatakan bahwa akses terhadap pendidikan telah dirasakan oleh keseluruhan warga Indonesia 100% tanpa terkecuali.

Indonesia telah menerapkan wajib belajar 12 tahun. Sehingga, dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas telah diakomodir oleh negara. Tinggal pendidikan tinggi yang belum diwajibkan. Tetapi, negara telah memberikan bantuan pendidikan berupa beasiswa ke perguruan tinggi untuk memastikan warganya yang kesulitan mengakses pendidikan tinggi menjadi terbantu dengan adanya beasiswa tersebut.

Alasan Saya Menulis Topik Ini 

Tidak hanya perguruan tinggi umum pilihan yang tersedia bagi lulusan SMA/sederajat. Tetapi, ada juga perguruan tinggi kedinasan yang dikelola oleh lembaga pemerintahan. Belakangan, muncul perdebatan apakah sekolah kedinasan masih diperlukan di tengah menjamurnya perguruan tinggi umum baik negeri maupun swasta di seluruh Indonesia. Terlebih, dikatakan pula bahwa kurikulum pendidikan tinggi umum dengan yang digunakan di sekolah kedinasan kurang lebih sama dan kualitasnya cukup merata.

Sehingga, akhirnya saya memutuskan menulis topik ini untuk memberi keberimbangan pemikiran alis cover both sides. Bukankah pengetahuan akan semakin berkembang dengan adanya keberagaman pemikiran dan perbedaan pendapat?

Selama ini, pro dan kontra yang timbul mengenai perlu atau tidaknya mempertahankan eksistensi sekolah kedinasan ternyata cukup tajam. Keduanya saling berseteru dengan dasar yang sama-sama kuat. Seperti apa perdebatannya. Mari kita bedah satu per satu argumen yang digunakan.

#Persoalan I: Mengenai Kesamaan Major Keilmuan dan Kurikulum yang Digunakan 

Argumen kontra yang berlandaskan pada kesamaan major keilmuan dan kurikulum yang digunakan di sekolah kedinasan dan perguruan tinggi umum menganggap bahwa ini tidak efektif, menyia-nyiakan anggaran negara untuk operasional sekolah kedinasan.

Analisis ini ternyata melupakan kenyataan bahwa sumber daya manusia yang dicetak melalui sekolah kedinasan memiliki orientasi yang berbeda dengan perguruan tinggi umum. Meskipun kurikulum yang digunakan pada major keilmuan yang sama kurang lebih sama, tetapi orientasi pendidikannya berbeda. Orientasi pendidikan di perguruan tinggi umum adalah mempelajari keilmuan dan pengetahuan secara teoritis, bukan kejuruan dan ketenagakerjaan.

Sehingga, mereka tidak disiapkan untuk mengisi ruang-ruang birokrasi di pemerintahan. Meskipun, mahasiswa yang lulus dari perguruan tinggi umum tetap bisa mengikuti tes CPNS. Tetapi, hal itu tidak kemudian menjadi alasan yang sepadan terhadap tidak diperlukannya sekolah kedinasan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline