Senin, tanggal 14 November 2022 saya mewawancarai salah seorang mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia yang berasal dari Sumatera Barat. Ia adalah seorang perempuan berumur dua puluh tahun berinisial TA. Saat ini, TA sedang menempuh perkuliahan semester 5, namun karena pandemi ia baru baru ke Bandung semester 4 kemarin.
Seperti yang diketahui, umumnya mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia berasal dari suku Sunda. TA selaku perempuan berdarah Minang ini merupakan minoritas sehingga membuat penulis ingin mengetahui bagaimana situasi dan hal apa saja yang dialami oleh kawan, sanak perantauan yang ada di Bandung terkhusus di ruang lingkup pendidikan di UPI.
Selama berada di UPI TA mengatakan bahwa tidak pernah mengalami perundungan dan rasis baik di lingkungan perkuliahan, pertemanan maupun tempat tinggal. Disini orang-orangnya ramah dan tutur bahasanya sangat lembut.
TA juga mengungkapkan bahwa dia bersyukur bertemu teman-teman yang baik disini. Meskipun beragam kepercayaan, suku dan adat kebiasaan, selama di UPI TA belum pernah menjumpai perlakuan yang membedakan-bedakan mahasiswa.
Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan bahwa mahasiswa membentuk circle-circle pertemanan. Sebagian ada yang ramah, namun juga indivual. Namun, di dunia perkuliahan hendaklah kita harus berpandai-pandai dalam bergaul. Terlebih lagi sekarang berada di rantau orang, jauh dari orangtua, pungkas beliau.
Untuk beradaptasi, tidak terlalu sulit menurut TA. Hal ini lebih mudah karena sebelumnya TA juga sempat tinggal dan sekolah di SMP Daruut Tauhiid tidak jauh dari UPI lalu balik ke Sumatra Barat sewaktu SMA. Untuk makanan pun sebenarnya tidak jadi masalah walaupun makanannya manis. Namun yang perlu penyesuaian saat disini adalah suhunya karena sangat dingin sedangkan Sumatra Barat cenderung lebih panas, ungkap TA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H