Lihat ke Halaman Asli

Cerita Ulang Reog Ponorogo

Diperbarui: 15 Februari 2016   18:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Asal mula Reog Ponorogo dimulai pada masa Kerajaan Kediri. Saat itu baginda pusing memikirkan putrinya yang selalu menolak pinangan raja dari berbagai kerajaan. Baginda mengingatkan putrinya atas sikapnya, karena raja khawatir dengan sikap Dewi Sangggalangit yang  bisa-bisa membuat para pangeran atau raja yang kecewa terhadap sikapnya akan mengobarkan api kemarahan pada Kerajaan Kediri.

Demi menghindari hal tersebut, akhirnya putri mengajukan syarat bahwa calon suaminya harus menghadirkan pertunjukan yang belum pernah ada sebelumnya  sebagai iringan temanten dengan kuda kembar sebanyak 140 ekor, dilengkapi pula dengan binatang berkepala dua. Setelah mendengar syarat itu para raja mengundurkan diri untuk melamar Dewi Sanggalangit.

Hingga tersisa dua raja yang sanggup memenuhi permintaan sang putri. Mereka adalah Raja Singabarong yang dikenal dengan raja yang bengis dan kejam. Sosoknya tinggi besar, bagian leher keatas berwujud harimau, dipenuhi bulu yang lebat dan banyak kutu, oleh karena itu ia memelihara burung merak untuk mematuki kutu-kutunya. Satunya lagi adalah Raja Kelanaswandana yang dikenal gagah, tampan, dan sangat sakti.

Dengan kesaktian Raja Kelanaswandana, ia hampir memenuhi syarat Dewi Sanggalangit. Namun Raja Kelanaswandana hanya membutuhkan hewan berkepala dua. Dibalik persiapan Raja Kelanaswandana, ternyata Raja Singabarong hanya duduk santai tidak melakukan apa-apa. Ternyata ia merencanakan sesuatu yang buruk pada Raja Kelanaswandana. Ia ingin mengambil semua jerih payah Raja Kelanaswandana. Namun Raja Kelanaswandana mengetahui niat itu, dan berbalik menyerang Raja Singabarong.

Raja Singabarong yang datang dengan burung merak di kepalanya, tampak seperti berkepala dua yaitu berkepala harimau dan burung merak. Dengan kesaktian Raja Kelanaswandana, maka Raja Singabarong dikutuk menjadi hewan berkepala dua. Lalu, dijadikan pelengkap syarat Dewi Sanggalangit. Oleh Raja Kelanaswandana pertunjukan kesenian itu dinamakan Reog. Oleh karena Kerajaan Bandarangin terletak di Wengker, sedangkan Wengker adalah nama lain

dari Ponorogo, maka kesenian Reog itu akhirnya terkenal dengan nama Reog
Ponorogo. Dengan iringan Reog Ponorogo itulah akhirnya Raja Kelanaswandana
berhasil mendapatkan Dewi Sanggalangit.

1.      Nilai budaya => kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat. Maka berdasarkan asal usulnya yang sebagai penghibur atau iringan pernikahan, maka hingga saat ini masyarakat memainkan reog ponorogo saat ada acara pernikahan atau acara acara yang dianggap suci oleh masyarakat Ponorogo.

2.      Nilai moral => nilai yang berkaitan dengan sikap baik. Maka dilihat dari perbuatan yang dilakukan oleh Raja Singabarong yang ingin mendapatkan Dewi Sanggalangit dengan cara tidak melakukan apapun dan  berniat ingin mengambil jerih payah Raja Kelanaswandana, ia tidak mendapat apa-apa bahkan mendapat petaka dikutuk. Sedangkan Raja Kelanaswandana mendapatkan Dewi Sanggalangit dengan jerih payahnya atau usahanya. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam menginginkan sesuatu pasti tetap ada godaan yang buruk, maka kita perlu usaha atau tirakat untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan dan untuk menghindari godaan-godaan tersebut.

3.      Nilai agama => nilai yang berkaitan dengan keyakinan seseorang. Nama singa barongan diubah menjadi Reog (dari kata Riyoqun) yang artinya khusnul khatimah yang bermakna walaupun sepanjang hidupnya bergelimang dosa, namun bila akhirnya sadar dan bertaqwa kepada Allah, maka surga jaminannya. Serta Reog Ponorogo dipercayai untuk menolak bala.

 

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline