Lihat ke Halaman Asli

Garam Langka, Akankah Gula Menyusul?

Diperbarui: 31 Agustus 2017   16:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Kompas.com

Setelah garam mengalami kelangkaan di negeri ini akibat kemampuan produksi di Indonesia mengalami kondisi fluktuatif, di mana keterbatasan aspek-aspek di dalamnya seperti terbatasnya sumber daya manusia dalam memahami teknologi akan hasil garam yang sesuai standar, sehingga para petani mulai mengubah bahkan mengganti arah bisnis mereka pada jenis lain. 

Akibat dari ketakutan para petani garam akhirnya beramai-ramailah mereka meninggalkan bisnis tersebut dan beralih pada bidang lain yang lebih menguntungkan, tidak berapa lama setelahnya berimbaslah pada kelangkaan yang terjadi hari ini. Komentar negatif terus saja bermunculan, pasalnya tidak habis fikir bagaimana bisa kelangkaan terjadi di negeri yang disebut maritim dengan luas perairan lebih besar dari daratan, sementara sumber daya manusia yang mengelolanya bukanlah sedikit.

Dari pengamatan tersebut orang mungkin banyak tidak mengetahuinya bahwa garam yang dihasilkan para petani memerlukan teknologi untuk menyesuaikan dengan standar operasi yang ada di Indonesia baik itu segi kelayakan dan telah teruji standar pengolahan dan operasi oleh Badan Pengelolaan Obat dan Makanan (BPOM) maupun Dinas Kesehatan (DINKES) yang ada.

Kita tidak mampu membayangkan bagaimana sebuah kemajuan teknologi mampu menimbulkan dampak negatif sekaligus positif dalam satu kondisi tertentu. Kemajuan tekhnologi yang terjadi pada garam berdampak negatif karena minimnya pengetahuan  pada petani garam hingga menyebabkan kelangkaan di negeri maritim hari ini. 

Orang-orang mulai meninggalkan petani garam tradisional dengan alasan kesehatan garam terstandar yodium lebih dibutuhkan dan sebagainya, alhasil petani garam meninggalkan kelanjutan produksinya. Kemampuan penerapan teknologi memang memerlukan keahlian dan pelatihan khusus bagi para SDM yang akan mendirikan sebuah usaha, khususnya usaha yang akan go public dan menjadi bahan pokok masyarkat umum.

Pada saat perusahaan tidak mampu menetapkan kualifikasi dengan merekrut SDM yang berkompeten dalam menerapkan teknologi bisa jadi hal inilah yang menghambat proses produksi berlangsung secara produktif seperti yang diharapkan karena tekhnologi benar-benar menguasai pasar hari ini.

Sebuah perusahaan maupun perkumpulan usaha masyarakat yang tidak mampu bersaing dalam bidang tekhnologi cenderung akan tertinggal dari berbagai sisi lini kehidupan, misalnya dari segi ketepatan waktu, segi biaya, maupun segi kesehatan yang terstandarisasi. Ketepatan waktu produksi juga menentukan bagaimana sebuah kelangkaan itu dapat terjadi, semakin cepat proses produksi maka kebutuhan masyarakat juga akan semkin cepat tersedia sehingga tidak terjadi jumlah penawaran dan perimintaan yang tidak berimbang di masyarakat. 

Tetapi jika proses produksi melambat maka pada saat jumlah permintaan lebih tinggi dari barang yang ditawarkan karena barang yang diinginkan tidak tersedia maka terjadilah kelangkaan meskipun sumber daya yang dimiliki tersedia dengan jumlah besar. Dengan teknologi yang memadai dalam bebarapa kasus ada sejumlah  biaya yang mampu diminimalisirkan jika dibandingkan dengan mengandalkan tenaga manusia. Inilah mengapa tekhnologi ikut berperan dalam percepatan pembangunan suatu bangsa.

Menyusul selanjutnya kabar gula yang akan menjadi rencana investasi warga asing maupun dalam negeri. Hal ini dapat dilihat dengan adanya rencana pembangunan pabrik gula di tahun 2019, dalam sistuasi ini kita mampu membayangkan bagaimana sebenarnya keadaan Indonesia kita hari ini. Jika pembangunan pabrik gula tersebut sebagai bentuk kemampuan Indonesia meningkatkan daya saing dalam dunia investasi maka hal tersebut menjadi satu upaya yang harus diapresiasi. Kemetrian Pertanian mengupayakan investasi pembangunan pabrik gula (PG) baru serta meliputi pembukaan lahan baru untuk penanaman tebu demi menunjang swasembada gula.

Tahun 2019 menjadi tahun target pembanguan 11 pabrik gula yang siap beroperasi. Akan tetapi pada saat jumlah investor asing lebih mendominasi dari jumlah investor lokal maka kekhawatiran terjadinya kelangkaan lebih menjadi alasan yang masuk akal bagi masyarakat. Sebenarnya apa yang terjadi dengan perencanaan besar pabrik gula diharapkan tidak ada keterkaitan dan  permainan politik dengan disegelnya pabrik gula di Cirebon.

Penyegelan pabrik gula di cirebon yang dianggap tidak terstandar Nasional Indonesia memang cukup mengkhawatirkan akan terjadinya kelangkaan, sebab kita tahu bahwa selama ini gula tersebut telah tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Dengan adanya tes laboratorium menunjukkan sebagian gula layak dan boleh beredar kembali di pasar. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline