Lihat ke Halaman Asli

Tiara Nabila

Mahasiswa

Problematika Penanganan Covid-19 di Indonesia

Diperbarui: 1 Juli 2021   10:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pandemi covid-19 yang masih merebak di Indonesia ini menjadi tanda tanya besar, mengapa penanganannya seakan tidak membuahkan hasil. alih-alih saling menyalahkan satu sama lain, lebih baik introspeksi dengan tugas dan peranan masing-masing dalam mewujudkan keadaan Indonesia yang normal kembali. Sebab melihat pendapat dari beberapa pakar yakni Bayu Satria Wiratama selaku Epidemiolog UGM dan Arif Maulana selaku Direktur LBH Jakarta yang menyatakan bahwa penanganan Pandemi Covid-19 di Indonesia belum berhasil. Pendapat itu menurut saya tepat, apabila ditinjau dari dua faktor utama yakni,

1. Pemerintah

Dalam menghadapi pandemi covid-19 ini negara dalam hal ini pemerintah Indonesia, memiliki peran dan pengaruh yang besar perihal cara menyikapi penanganan pandemi covid- 19 melalui kebijakan dan pelaksanaannya. Berbagai macam sikap dan kebijakan pemerintah yang kita ketahui telah dilaksanakan seperti pengaturan kebijakan protokol kesehatan melalui undang-undang, social dan physical distancing dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), PSBB transisi hingga Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Namun sayangnya, pemerintah dan masyarakat memang harus bekerja sama lebih kuat lagi karena ternyata menurut beberapa pakar, penanganan pandemi ini masih dinilai belum berhasil. Rasa-rasanya masyarakat pun sepaham dengan hal itu, mengingat masih terus bertambahnya kasus covid 19 di Indonesia.

Data yang telah dihimpun pemerintah pada tanggal 2 juni 2021, mencatatkan ada 5.246 kasus baru covid-19 dalam 24 jam terakhir. Sehingga, terhitung sejak diumumkannya pasien pertama covid-19 pada 2 maret 2020 hingga kemarin, telah mencapai 1.831.773 orang dengan angka kematian 50.980 orang dan serta total pasien sembuh kini berjumlah 1.680.501 orang (Farisa, 2021). Beberapa artikel dan referensi sumber bacaan menyebutkan bahwa penyebab kasus covid-19 di Indonesia masih tinggi adalah karena beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, memiliki beberapa kelemahan. Secara garis besar kelemahan yang menjadi penyebab pandemi berlarut-larut yakni,

Pertama, penegakan hukum yang tidak tegas. Dalam perundang-undangan, telah diatur mengenai sanksi bagi pihak yang tidak mematuhi protokol kesehatan, melakukan 3 M (Mencuci tangan, Memakai masker, Menjaga jarak) dsb. Namun, nampak pada kenyataan sebenarnya masih saja banyak yang melanggar aturan tersebut. selain itu, dapat kita lihat fenomena mudik lebaran. Pemerintah telah menyatakan larangan untuk mudik, namun ternyata saat dilakukan penyekatan masih saja masyarakat bandel melakukan mudik. Pada saat penyekatan pun, masih banyak pihak yang berhasil lolos dari aparat. Penegakan hukum yang kurang baik pun ditunjukkan dengan ditemukannya kasus surat bebas corona palsu seperti di bandara. Calon penumpang di Bandara Hussein Sastranegara ditemukan menggunakan dokumen palsu dan ternyata ia tidak serta merta dilarang melakukan perjalanan, menurut R Iwan Winaya Mahdar selaku Executive General Manager Bandara Hussein Sastranegara. (Fatimah, 2021)

Kedua, kebijakan yang tidak berkelanjutan dan terkesan labil juga menjadi salah satu penyebab kita masih gigit jari dalam menangani pandemi ini. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkesan hanya gencar di awal. Menurut ketua JAPI Iradat Ismail, "Selama setahun kebijakan menangani pandemi selalu berubah-ubah dari PSBB, PSBB mikro, PPKM serta PPKM mikro. Padahal aturannya sama membatasi mobilitas dan kegiatan masyarakat. Sempat diakui Presiden kebijakan PPKM tidak efektif sehingga terlihat kebijakan tanpa kajian serius," 

Terakhir, penanganan yang dilakukan oleh pemerintah dapat dikatakan lambat. Pelacakan pasien covid, penyediaan sarana dan fasilitas kesehatan menjadi hal yang seharusnya didahulukan, namun kita gagal menangani cepat masalah tersebut. Hingga menurut Iradat, rekaman data pada bulan Maret 2021 menyatakan Indonesia menempati nomor satu di Asia Tenggara dan menempati posisi sembilan di dunia dalam kasus penambahan covid-19. Ditambah lagi dengan adanya kasus korupsi dana bantuan sosial oleh pejabat pemerintah yang sangat merugikan masyarakat dan memperparah penanganan pandemi oleh pemerintah ini. (Sucipto, 2021). 

2. Masyarakat

Dalam menyikapi belum berhasilnya kita, bangsa Indonesia dalam menangani pandemi covid-19 ini kita tak dapat terus mengkambinghitamkan pemerintah atas hal ini. Sebab dalam proses menangani pandemi ini bukan hanya melibatkan pemerintah, tapi juga masyarakat sebagai pihak pendukung segala kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. perlu diperhatikan bahwa dalam menangani pandemi masyarakat harus percaya dan patuh pada segala macam bentuk kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam rangka menangani pandemi ini. Namun begitulah adanya das solen dan das sein bahwa norma hukum tidak selalu sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Seperti larangan mudik lebaran, masih banyak pihak yang melanggar larangan tersebut.

"Jumlah pemudik yang di-random testing dari 6.742 konfirmasi positif 4.123 orang," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto dalam jumla pers di Kantor Presiden. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih memiliki kesadaran dan kepedulian yang rendah. Belum ada rasa saling memiliki satu sama lain antara masyarakat Indonesia, sebab sikap yang ditunjukkan oleh masyarakat adalah sikap egois dan apatis. Mereka tidak memikirkan bagaimana kerasnya upaya tenaga medis menangani covid-19 hingga banyak tenaga kesehatan yang telah gugur sebagai pejuang di garda terdepan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline