Berkumpul dengan keluarga besar sudah menjadi sebuah tradisi saat lebaran. Biasanya acara tersebut akan diisi dengan menyantap beberapa makanan seperti opor, rendang dan lain-lain.
Setelah makan, mereka akan mengobrol satu sama lain; basa-basi, mengungkapkan perasaan bahagianya masing-masing.
Basa basi merupakan sopan santun dalam berkomunikasi. Bentuknya dapat berupa salam, menanyakan kabar, menyampaikan simpati atau penghargaan.
Fungsi dari basa-basi sendiri untuk menjalin hubungan lebih dekat dengan seseorang. Bagaimanapun kita tidak dapat terlepas dari budaya ini.
Setiap negara tentu memiliki standar budaya basa-basi yang berbeda. Edward T. Hall menyebutkan bahwa budaya dibagi menjadi dua yaitu budaya konteks tinggi dan rendah.
Masyarakat dengan budaya konteks rendah mungkin akan menyampaikan sesuatu dengan sedikit basa-basi dan sebaliknya.
Jika melihat masyarakat di Indonesia, saya pikir kita termasuk dalam budaya dengan konteks tinggi; menyampaikan sesuatu lebih banyak dengan basa-basi.
Akan dianggap tidak sopan jika dalam sebuah percakapan langsung mengutarakan maksud dan tujuan tanpa didahului dengan basa-basi atau abang-abang lambe.
Namun akhir-akhir ini, basa-basi mengalami pergeseran makna karena dalam praktiknya seringkali memberikan pertanyaan-pertanyaan yang melebihi batas privasi. Bagaimana ini bisa terjadi?
Hal ini menjadi momen yang sedikit menjengkelkan untuk beberapa orang saat berkumpul dengan keluarga besar. Mereka menganggap ada beberapa basa-basi yang seharusnya tidak diucapkan.