Lihat ke Halaman Asli

Tiara Kharisma

public relations officer

Menilik UU KIP pada Konteks Penyampaian Informasi Terkait Covid-19

Diperbarui: 26 Maret 2020   11:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa waktu terakhir, sebagian besar dari kita mungkin pernah menerima, membaca atau mendengar pesan yang diteruskan atau dibagikan di aplikasi ruang percakapan daring yang memuat cuplikan kronologis kondisi kesehatan dua orang yang pada akhirnya berdasarkan hasil laboratorium dinyatakan positif terkena covid-19. Bahkan beberapa pesan yang berisi foto pribadi juga banyak yang turut membagikan di aplikasi percakapan.

Kala itu, pesan tersebut cukup masif disebarkan di aplikasi percakapan. Penyebaran pesan ini tak lama setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) melaksanakan jumpa pers bersama Menteri Kesehatan di Istana Merdeka (2/3). Saat itu Jokowi menyampaikan bahwa 2 orang Warga Negara Indonesia (WNI) positif terkena covid-19.

Memang tak dipungkiri, sesaat setelah Indonesia mengonfirmasi ada dua orang WNI yang positif terkena covid-19, beberapa masyarakat ada yang panik. Kepanikan mungkin juga dipicu informasi yang menerpa masyarakat sebelumnya, seperti jumlah penderita covid-19 yang cukup banyak di China dan beberapa negara Asia lainnya, penyebaran dan penularan virus yang terbilang cukup banyak, belum ditemukannya obat antivirus atau vaksin covid-19 dan lain-lain yang dapat menjadi faktor pendukung kepanikan masyarakat.

Pada tulisan ini, penulis bukan bermaksud menghakimi atau memberikan penilaian atas fenomena di awal yang sempat penulis singgung. Penulis hanya ingin sedikit mengulas keterkaitan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dengan penyampaian informasi terkait covid-19.

Informasi tentang 2 orang WNI yang positif terkena covid-19 ini langsung diumumkan tanpa ditunda bahkan langsung disampaikan oleh orang nomor 1 di negeri ini. Jika kita melihat Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik sebagai peraturan turunan dari UU No 14 tahun 2008, informasi tentang epidemik, wabah atau informasi tentang jenis, persebaran dan daerah yang menjadi sumber penyakit yang berpotensi menular tergolong pada informasi serta merta. Ini menunjukkan, Badan Publik yang memiliki keterkaitan dengan informasi tentang jenis, persebaran dan daerah yang menjadi sumber penyakit yang berpotensi menular harus menyampaikan informasi tersebut secara serta-merta (spontan/saat itu juga).

Lebih lanjut jika melihat Pasal 12 ayat (3) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010, apabila tergolong pada informasi serta merta, maka Badan Publik terkait setidaknya harus mengumumkan informasi tersebut setidaknya meliputi:

  • potensi bahaya dan/atau besaran dampak yang dapat ditimbulkan;
  • pihak-pihak yang berpotensi terkena dampak;
  • prosedur dan tempat evakuasi apabila keadaan darurat terjadi;
  • cara menghindari bahaya dan/atau dampak yang ditimbulkan;
  • cara mendapatkan bantuan dari pihak yang berwenang;
  • pihak-pihak yang wajib mengumumkan informasi yang berkaitan dengan informasi serta merta;
  • tata cara pengumuman informasi apabila keadaan darurat terjadi;
  • upaya-upaya yang dilakukan oleh Badan Publik dan/atau pihak-pihak yang berwenang dalam menanggulangi bahaya dan/atau dampak yang ditimbulkan.

Usai mengonfirmasi positif 2 orang WNI terkena covid-19, pemerintah sesuai dengan kewenangannya kembali menyampaikan berbagai informasi, seperti hotline yang dapat dihubungi terkait covid-19, infografis, videografis dan buku panduan terkait covid-19, penunjukkan juru bicara nasional untuk penanganan covid-19, rilis berita dan keterangan pers tentang perkembangan pasien yang dirawat, hasil tracing kontak terkait covid-19, upaya preventif penyebaran virus yang dilakukan pemerintah dan yang dapat dilakukan masyarakat, informasi rumah sakit rujukan untuk pasien yang terindikasi covid-19, situasi terkini perkembangan virus covid-19 secara nasional maupun global, gejala covid-19, informasi daerah/tempat yang menjadi sumber covid-19 dan informasi lainnya yang memang harus diketahui publik.

Hal tersebut menunjukkan bahwa informasi yang bersifat serta-merta memang harus diketahui oleh publik dengan segera. UU KIP juga mengamanatkan penyampaian informasi ini harus dengan cara yang mudah dijangkau dan dalam bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat. Bahkan Badan Publik dapat dikenakan sanksi, jika lalai atas penyampaian informasi serta merta ini. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 52 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang KIP:

"Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00  (lima juta rupiah)."

Tetapi, bagaimanakah dengan cuplikan kronologis kondisi kesehatan, foto dan data pribadi pasien terkena covid-19? Jika mengikuti perkembangan pemberitaan di media massa, saat ini sebenarnya Kementerian Komunikasi dan Informatika sudah berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk menelusuri pihak-pihak yang menyebarkan data pribadi pasien.

Sebagaimana yang dimuat suara.com, Ketua Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia, dr Mahesa Paranadipa, MH. juga menyampaikan bahwa pasien memiliki hak privasi dan kerahasiaan karena menjadi Hak Asasi serta diatur dalam UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dan UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (ayobandung.com, 5/3/2020).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline