Kasus pembunuhan Vina Cirebon menjadi kembali ramai diperbincangkan setelah munculnya kisah nyata yang dibuatkan film dan tayang di Bioskop sejak 8 Mei 2024. Film-nya dengan judul "Vina: Sebelum 7 Hari" booming dan mendapat sorotan publik, hingga penanganan kasus tersebut oleh penegak hukum kembali diangkat dan diramaikan oleh publik dari berbagai kalangan dan media.
Sejak film ditayangkan dan kasus kembali naik dan ramai, pencarian DPO (Daftar Pencarian Orang) pelaku pembunuhan Vina dan Eky kembali dicari dan seakan Penyidik didesak oleh publik. Simpang siurnya nama-nama dan jumlah DPO, dari pengembangan kasus yang dilakukan, polisi juga menetapkan 4 (empat) DPO.
Nama "Egi" disebut-sebut sebagai otak atau pelaku utama dari kasus pembunuhan ini, banyak tuduhan dan dugaan kepada berbagai nama dan orang yang memiliki nama Egi atau kemiripan perilaku atau latar belakang seseorang saat 2016 silam berada di Cirebon. Sampai akhirnya satu minggu setelah ciri-ciri DPO dirilis, Polisi mengumumkan telah menangkap dan menetapkan satu orang yang menjadi buron tersebut pada Selasa, 21 Mei 2024 malam. Orang tersebut bernama Pegi Setiawan alias Perong atau Egi. Polisi menyampaikan bahwa Pegi ditangkap di wilayah Bandung tanpa adanya perlawanan.
Sejak saat penangkapan tersebut, pro-kontra terkait penahanan hingga penetapan Pegi Setiawan sebagai tersangka dalam kasus tersebut terus bermunculan dan menimbulkan berbagai macam asumsi yang semakin terang dan memunculkan ke-logisan. Di mana, dalam tindakan penahanan hingga penetapan tersangkat tersebut terdapat hal-hal yang dilanggar oleh Polisi sebagai Penyidik. Pada sejak penangkapan DPO yang dilakukan dengan tanpa pemanggilan, tidak sesuai dengan ketentuan yang ada pada KUHAP dan Peraturan Kapolri (Perkapolri) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
Polisi sebagai Penyidik, seharusnya melakukan pemanggilan sesuai prosedur, dengan memanggil Pegi Setiawan terlebih dahulu dengan tujuan untuk menjalani proses pemeriksaan yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP), sebelum dilakukan penetapan terhadap Pegi Setiawan menjadi tersangka. Akan tetapi terungkap fakta dalam persidangan, bahwa pemeriksaan terhadap Pegi dilakukan setelah penangkapan dan penetapan tersangka.
Terdapat perbedaan Egi alias Perong yang masuk dalam DPO dengan Pegi Setiawan, yang diungkap dengan jelas oleh Kuasa Hukum Pegi. Perbedaan tersebut terdapat pada ciri-ciri, alamat, serta usia Pegi yang tidak sama dengan Egi alias Perong yang dimaksud dalam DPO. Perbedaan juga terdapat pada beberapa keterangan berdasarkan data yang ada pada tahun 2016, di mana Pegi Setiawan tinggal di Desa Kepongpongan, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon. Sedangkan tempat tinggal Egi alias Perong, menurut polisi, bertempat di Desa Banjarwangunan, Kecamatan Mundu, Cirebon. Kemudian perbedaan usia, di mana Pegi saat ini berusia 27 tahun, sedangkan Egi alias Perong berusia 30 tahun.
Selanjutnya, berdasarkan pengakuan Pegi dalam konferensi pers setelah bebas, Polisi juga melakukan beberapa tindakan terhadap pegi yang termasuk "menyiksa" pegi. Yang mana pegi mengaku mendapat siksaan dari anggota polisi selama ditahan, yang berupa ancaman hingga penganiayaan. Pegi mengatakan bahwa Pegi tidak mengetahui mengapa Polisi melakukan penganiayaan terhadap Pegi. Tidak hanya menyebut Pegi sebagai pembunuh dan tidak punya nurani, Pegi juga mengatakan bahwa kepalanya sempat dibekap anggota polisi dengan menggunakan plastik kresek. Yang mana tindakan demikian membuat Pegi tidak bisa bernafas sampai Pegi memberontak.
Hingga akhirnya kasus tersebut mendapat titik terang bagi Pegi Setiawan dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Bandung, pada hari Senin, 8 Juli 2024. Eman Sulaeman, sebagai Hakim tunggal Pengadilan Negeri Bandung, menyampaikan bahwa Pegi bebas oleh sebab penetapannya sebagai tersangka tidak sesuai dengan prosedur hukum. Hakim pun memerintahkan Polda Jabar untuk menghentikan penyidikan terhadap Pegi Setiawan. Hakim mengatakan "Mengabulkan praperadilan pemohon untuk seluruhnya. Menetapkan surat ketetapan tersangka batal demi hukum, menyatakan tidak sah segala keputusan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon terhadap penetapan tersangka".
Hakim memberikan penilaian terhadap hal yang dilanggar oleh Polisi sebagai Penyidik, di mana selain dalam hal penangkapan, penahanan hingga penetapan Pegi Setiawan sebagai tersangka, yang dimulai dari Pegi masuk dalam daftar Pencarian Orang (DPO) tanpa diawali dengan surat pemanggilan, Polisi juga menetapkan Pegi sebagai tersangka hanya berdasarkan pada dua alat bukti yang berlandaskan pada Pasal 184 KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana). Di mana, Hakim mengatakan bahwa Penyidik Polda Jabar belum sama sekali melakukan pemeriksaan terhadap Pegi untuk mengklarifikasi perkara tersebut. Hal tersebut tentu menyalahi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21 Tahun 2014 yang bersifat final dan mengikat serta wajib dilaksanakan oleh Penegak Hukum. Yang mana dalam Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014, pada bagian Dissenting Opinion tertuang bahwa dalam Hukum Acara Pidana, selain hak asasi tersangka yang harus dilindungi dan dihormati, penegakan hukum juga merupakan cita hukum yang harus diupayakan sebab melalui upaya penegakan hukum hak asasi seluruh warga negara menjadi terlindung dengan terciptanya tertib hukum yang sesuai dengan tujuan hukum itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H