Lihat ke Halaman Asli

Tiara Rahmawati

Penulis - Sarjana Hukum

Peran Mahkamah Konstitusi Memeriksa & Mengadili Dugaan Pelanggaran Hukum oleh Presiden (Impeachment)

Diperbarui: 23 Juli 2023   15:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia/Lembaga Negara Pengawal Konstitusi

20 Tahun Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia: Peran Mahkamah Konstitusi Memeriksa & Mengadili Dugaan Pelanggaran Hukum oleh Presiden (Impeachment)


keyword: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Presiden, Impeachment.


Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan suatu lembaga peradilan di Indonesia, yang kedudukannya ialah sebagai cabang kekuasaan yudikatif, yang mengadili perkara-perkara tertentu yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.


Terbentuknya Mahkamah Konstitusi di Indonesia, telah mencatatkan sejarah bahwa Indonesia merupakan negara ke-78 yang membentuk lembaga Mahkamah Konstitusi dan sekaligus sebagai negara pertama di dunia yang membentuk Mahkamah Konstitusi pada abad ke-21. Pada tanggal 13 agustus tahun 2003 menjadi momentum yang disepakati para Hakim Konstitusi, dalam menetapkan hari lahir Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI).


Terdapat landasan filosofis dari dibentuknya Mahkamah Konstitusi di Indonesia, yang diantaranya ialah terdapat mekanisme penegakan hukum, mekanisme untuk memutus sengketa yang mungkin terjadi di lembaga negara, urgensi adanya lembaga peranan hakim dan politik terhadap produk-produk hukum, dan adanya mekanisme untuk memutus berbagai sengketa. Tak terkecuali juga adanya peran lembaga yang dapat memeriksa dan mengadili dugaan pelanggaran hukum atau dakwaan terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden, atau yang dikenal dengan istilah impeachment.


Lebih lanjut mengenai impeachment, bahwa sesungguhnya arti dari impeachment adalah dugaan atau dakwaan, yang mana impeachment lebih menitik-beratkan terhadap ‘proses’ dan tidak harus selalu berakhir dengan berhenti dan/atau turunnya jabatan Presiden. Kemudian terdapat definisi atas alasan impeachment di Indonesia yang dituangkan dalam Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Adapun selengkapnya mengenai ketentuan-ketentuan peran MK dalam memeriksa dan mengadili impeachment, diantaranya:
Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, Pasal 10:
1. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a. Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. Memutus pembubaran partai politik; dan
d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
2. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a) Pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
b) Korupsi dan Penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
c) Tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
d) Perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden.
e) Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


Kemudian dicantumkan pula kewenangan MK berikutnya pada Pasal 11 UU MK, yaitu:
“Untuk kepentingan pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Mahkamah Konstitusi berwenang memanggil pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan”.


Undang-Undang No. 24/2003 inilah yang menjadi aturan dasar yang pada awalnya menjadi penjabaran mengenai ketentuan konstitusional atas peran dan/atau kewenangan MK yang diberikan oleh UUD 1945 sebelum akhirnya diubah dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2):
1. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus persilisihan tentang hasil pemilihan umum.
2. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.


Pasal 24C UUD 1945 inilah yang menjadi ketentuan yang paling mendasar bagi MK untuk menyelenggarakan peran dan wewenangnya dalam memeriksa dan mengadili pada tingkat pertama dan terakhir, serta memberikan putusan yang bersifat final. Pasal ini pula yang menegaskan kewajiban MK dalam memutus pendapat DPR atas dugaan pelanggaran hukum oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden. Maka atas ketentuan Pasal 24C UUD 1945, MK berkekuatan untuk berperan dalam menjalankan wewenangnya sebagaimana mestinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline